Rabu, 04 Januari 2017

Bola Mata Senja 4



Aku pernah punya harapan, tapi seketika semua itu musnah dan hilang.  Aku masih duduk di atas motorku, hingga lampu natrium itu menyilaukan mataku, ku tatap kedepan mobil putihmu melaju cepat. Aku melihat tatapan itu, sepasang bola mata kita saling bertatapan.  Entahlah, kamu melihatku atau hanya aku yang melihatmu, tapi aku melihat bola mata senjamu menatapku dibalik layar kaca itu.  Sempurna, kurasa kamu benar-benar mengenaliku, hingga akhirnya aku harus segera beranjak dari tempat ini. 
Aku tahu, bahwa hidup tak seharusnya saling membenci.  Bukan, lagi-lagi aku bukan membencimu.  Namun aku datang untuk melihat kembali kenangan kita yang tanpa kata pisah kembali berbunga.  Kebencian itu selalu ada, pernah dia hadir sesekali menyapa dan menyadarkanku, namun hati ini yang tak rela jika harus membencimu. Karena kebencian dan kasih sayang akan diatur oleh hati kita.
***
Mataku masih saja nakal, mencari dimana bola mata senjamu, namun aku tak pernah menemukannya. Lagi.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi menjauh dari tempat ini, mungkin karena tempat ini terlalu memakan banyak kenangan.
“Ayo El, kita pulang” aku menarik tangannya membawanya masuk kedalam mobilku.  Saat ku banting str ke arah kiri, aku melihat motormu. Dan benar itu adalah kamu, itu adalah bola mata senjamu. Aku menatapmu. Aku kembali menatapmu. Itu kamu.
Aku memutuskan untuk kembali. Kubuka jendela mobilku.  Namun, ah kukira itu hanyalah khayalanku. Aku kembali mengkhayal.  Disana hanya terlihat dedaunan saling bergoyang.
Aku benar-benar sudah gila, mengkhayalkanmu sepanjang senja hingga malam.
Kamu kenapa Raj, dari tadi pikiranmu seperti mencari sesuatu, apa kamu sedang ada masalah, sayang?” tangan Elya memegang pundakku, senyumnya manis, tapi entahlah, aku tidak tertarik.
“Ah, tidak El, aku hanya sedang pusing. Kapan kamu balik ke kampus ?, jumat besok bukannya kamu ada piket di rumah sakit ya?, cepat selesaikan KOAS mu ya El” aku kembali tersenyum seperlunya
“iya sayang, akan segera kuselesaikan. Memang kenapa kalau aku selesai KOAS, kamu mau langsung melamarku ya”
“ahahahah mau nya ?, memangnya kamu ngga mau segera menikah.  Sudah sana segera turun masuk ke rumah. Aku ngga perlu mampir ya El, sudah malam, kepalaku juga sedang sakit” aku pamit pulang mengulurkan tanganku untuk bersalaman dengannya.
***
Aku tahu bahwa hidup memang sulit untuk diterka, maka jangan sekali-kali menerka. Bahwa hidup adalah tentang menjalankan skenario.  Aku harus bangkit, aku harus pergi menjauh, karena aku tak berhak ada di dekatnya dan mengurusi kehidupannya.
“Aku pamit Raj” kutuliskan kata itu entah sudah 15 kali, kutulis, lalu kembali kuhapus.
“Aku pamit Raj, maaf karena sempat hadir dan pergi begitu saja dari hidupmu. Aku pamit Raj. Aku benar-benar pamit tak akan kembali, dan akan kembali hanya jika kamu benar-benar datang ke rumahku. Aku pamit Raj, maaf jika aku terlalu berharap banyak pada kebetulan-kebetulan itu. Maafkan aku Raj, dan aku kembali harus menuliskan” Aku Pamit Raj”  kusobek kertas itu dan kuselipkan dalam novel yang telah usai kubaca.

Bersambung…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar