Kamis, 06 Oktober 2016

Kenangan dalam Senja



Kepada senja yang selalu tepat menjemput malam
Kini kau hadir diantara remang jalan
Menangkap setiap ilusi diawan senja
Dia yang kau tunggu tak akan pernah hadir disini
Diantara jalanan sepi kau tinggalkan jejak kaki disana, tanpa ragu kau terus menanti setiap saat
Setiap perahu nelayan mulai terikat ditepian pantai, kau menunggunya pulang dengan bahagia dan bertanya kepada para awak kapal
“Dimana suamiku?”
Awak kapal dan manusia disekitar pantai kebingungan menjawab pertanyaanmu. Mereka lebih memilih diam tak menghiraukanmu, kecuali satu wanita yang berjaga di warung tepian pantai yang tak pernah lelah menggandengmu lantas membawamu pulang. Sedikitpun tak pernah ada wajah malu dari dirinya saat menggandengmu pulang. Padahal banyak anak kecil yang sering mengejekmu “GILA” , namun wanita itu dengan ketulusannya membawamu pulang kerumahmu.
Sayang sekali, dengan rupamu yang begitu memikat, namun ilusimu terlalu berlebihan tinggal disana. Kau tak cukup kuat untuk kehilangan. Kau tak pernah lupa bahwa hidup bukan hanya butuh perjuangan dan mengenang kenangan. Tapi hidup juga membutuhkan kerelaan dan keikhlasan.
Tanpa kehadirannya, kini kau hancur. Jiwamu tak lagi kokoh.
Hanya sebatas senja yang mengerti tentang ilusimu, karena kenanganmu terbungkus rapi di awan senja.
Gemuruh ombak yang mendesir memecah keheningan, angin yang melambai membuat rambut hitam legam menutupi mata sembabmu juga wanita kulit keriput penjaga warung makanan tepian pantai, merekalah yang selalu setia menemanimu.
Di pantai juga senja ini, disanalah kau dan dia pernah menitipkan kenangan
Kenangan yang terbungkus rapi dari awal pertemuanmu hingga kini kau harus mengakhiri dan menyimpan kenangan itu seorang diri.
Tapi dia taka akan pernah kembali
Tak akan pernah kembali
Kecuali kelak kau dipanggil oleh-Nya.
Relakan apa yang menjadi milik-Nya, sejatinya dia pergi bukan untukmu dan dia hidup juga bukan untukmu, tapi dia hidup dan pergi untuk-Nya.
“ingatlah, Nak. Masih ada Ibu disini yang ingin hidup bersamamu, menjagamu. Jagalah dirimu untuk ibu. Jika memang suamimu tak akan pernah kembali, setidaknya perjuankan itu untuk Ibu”.

dan kini kau putuskan untuk membungkus kenangan dalam senja itu, dan menikmatinya setiap sore bersama Ibumu. lantas mereka para awak kapal senang melihat senyum indah dari bibirmu.

2 komentar: