Senin, 13 Februari 2017

Kutukan wanita

Ada jiwa yang tenggelam dalam ilusi, saat raga mulai tak memihak pada ruang. Berselimutkan bayangan atas perasaan. Dia bangkit dari keterpurukan. Wajahnya sumringah, entah dengan hatinya semua tertutup rapat bersama dengan senyum dan cekungan lesung pipi yang menambah elok parasnya. Dia berjalan menyusuri sungai musi, tak tahu sudah hari keberapa dia berjalan. Berharap menemukan sebuah legenda baru dalam hidup. Menjemput ratu buaya.
Namanya Nyimas. Rambutnya tergerai panjang, kulitnya putih bersih. Matanya hitam bersinar. Lubang hidungnya berbentuk segitiga, membuat batang hidungnya terlihat elok. Tingginya 165 cm.
Kini hidupnya hanya ingin kembali.
"Nyimas, tunggu aku!!" Sesosok lelaki itu berlari mengejarnya. Langkahnya tepat dan cepat. Tanpa membutuhkan banyak waktu dan tenaga tangannya kini telah meraih tangan Nyimas, lalu menarik tubuh Nyimas hingga jatuh di pelukannya.

"Maafkan aku Nyimas, maaf jika aku keterlaluan terhadapmu. Aku sedang emosi. Kepalaku dipenuhi kotoran iblis biadab. Nyimas mari kita pulang ke rumah" Lelaki itu membujuk Nyimas untuk pulang. Tapi lihatlah, kaki Nyimas berhenti, tangannya terlepas dari genggaman lelaki itu. Dari matanya terlihat seperti dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi bibirnya diam seribu bahasa. 
Sepasang bola mata lelaki itu menatap Nyimas, dihapusnya air mata yang keluar dari mata Nyimas. "Apa yang ingin kau katakan Nyimas, kenapa kau malah menangis?"

Kilapan petir datang tanpa perintah, langit mulai gelap, kini angin menerbangkan selendang Nyimas. Lelaki itu berusaha menangkap selendang Nyimas, tapi sayang angin lebih kencang dari kecepatan tangannya. Habis lah selendang itu pergi sedangkan Nyimas hanya terdiam kaku. Terlihat di ujung hutan belantara itu banyak burung berterbangan, pergi meninggalkan hutan. Entah apa gerangan yang terjadi. Tapi itu adalah suatu pertanda buruk. 

"Baiklah Nyimas, aku akan mengangkatmu sampai ke rumah kita. Lihatlah!!!" Tangan kanan lelaki itu langsung menyambar lutut Nyimas, sedang tangan kirinya menangkap punggung Nyimas yang kini telah jatuh di atas kedua tangan lelaki itu. 

Lelaki itu berlari lekas meninggalkan sungai musi Yang mulai basah. 

***
Sesampainya di rumah, lelaki itu meletakkan Nyimas di atas kasur kapuk yang nyaman. Tapi Nyimas masih belum bisa bicara. 

"Kenapa kamu masih diam saja Nyimas, aku kan sudah minta maaf kepadamu, lalu apa lagi yang harus kuperbuat?"

"Tenanglah mas, aku baik-baik saja. Aku hanya ingin memastikan bahwa kau tidak lagi mengulangi kesalahanmu. Jangan sampai kau mengulangi menyakitiku. 

"Aku berjanji demi nyawaku, tidak akan pernah menyakiti hatimu lagi Nyimas." Nyimas langsung memeluk lelaki itu.

Pagi ini semua menjadi seperti biasanya, lelaki itu adalah suami Nyimas namanya Darma. Darma bukanlah kalngan keluarga bangsawan. Menikah dengan Nyimas lima tahun yang lalu, bertemu saat Nyimas sedang berjualan di pasar. Hingga kini belum dikarunia anak. Pagi ini Darma pergi ke sungai musi, mencari ikan untuk di jual. Nyimas menunggunya di rumah, membereskan rumah atau mendengarkan celoteh tetangga. 

Siang ini seorang wanita, tetangga Nyimasterburu-buru memeluk Nyimas. Saat itu nyimas sedang menjemur pakaian yang telah di cucinya. 

"Nyimas, bagaimana bisa dia membodohiku, aku memercayainya Nyimas" wanita itu duduk dihadapan nyimas. Tanpa berpikir panjang Nyimas mengajaknya masuk kedalam rumah, agar wanita itu bisa lebih leluasa bercerita. 

"Baiklah, nanti aku akan ke rumahmu, akan kuberikan nasihat padanya" Nyimas memeluk tubuh mungil wanita itu, matanya masih sembab, mukanya merah. Tapi setidaknya ada senyum tetukir indah di wajahnya. 

Begitulah celotehan para warga terhadap Nyimas, entah apa yang membuat Nyimas bisa dipercaya untuk mengembalikan kebahagiaan rumah tangga orang lain. Tapi semua menjadi berubah setelah pertengkaran kecil keluarga Nyimas dua hari lalu.

3 komentar:

  1. Wow...
    Cerita yang luar biasa...
    Bagian awalnya: feel nya dapat banget, penggambaran Ok punya...
    Tentang selendang yang diterbangkan angin so delicious
    Hehehe

    Tapi, di bagian akhir aku gagal fokus...


    Good job!
    Lanjutkan berkarya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mantab makasih kang fery, ini ikutin alasan anak ayam aja deh kalau gitu. Fiksi ini belum selesai masih mentah. Biar kuselesaikan.yaa untuk bedah

      Hapus
  2. Keren :)

    Bila boleh memberi saran, tolong dibikin paragraf ya :)

    Tetap semangat!😊

    BalasHapus