Rabu, 25 Maret 2020

Ini (bukan) Rumahku


Ini adalah aku, seorang yang tak pernah ingin ada di rumah. Mulai hari ini, aku akan berkisah tentang aku yang tak pernah rindu rumah, tentang aku yang tak pernah menyukai suasana rumah. Tentu tidak setiap saat aku begitu, ada masa aku suka di rumah, yaitu 5 menit perkumpulanku dengan keluargaku, hanya 5 menit saja, tidak boleh lebih. Karena lebih berarti hancur.
Malam ini aku merasa, aku tak layak hidup di dunia. Aku masih terjerat dengan ketidaksehatan hati, aku ditolak kerja dimana-mana, bahkan sekarang sedang wabah virus Covid-19 dan membuat pemerintah me-Lockdown seluruh kota. Jadilah aku tidak dapat kerja sampai sekarang. Keuanganku yang menipis dan juga ketidakmampuanku mengurus rumah. Terlalu rumit untuk dijelaskan satu-satu.
Tiga bulan sudah aku menghabiskan hidupku menjadi pengangguran, membantu membersihkan rumah: menyapu, mengepel, memasak, mencuci baju dan membersihkan rumah, mengantar jemput adik sekolah, mengajar adik, membereskan keperluan rumah tangga, mulai dari membeli sayuran, memperbaiki alat-alat yang rusak, atau memanggil tukang, bahkan menjadi juru kesana-sini mengurus kepentingan ibuku.
Lelah? Iya sangat.
Suka? Iya sangat tidak suka.
Beberapa kali aku mencoba menghabiskan waktu untuk belajar mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk pascasarjana. Sayang, semua itu hanya mimpi dan angan-anganku saja. Bahwa mengurus anak kecil beserta rumah dan seisinya adalah hal mutlak yang tak bisa disambi belajar serius. Menurutku.
Aku memilih mengungkapkan perasaan ini dalam blog, bukan untuk menyebarkan aib keluiargaku, tapi aku hanya ingin sedikit lega dan mengeluarkan apa yang menyangkut di hatiku, sehingga membuatku makin sesak dan tak berdaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar