sumber gambar www.google.com/sajadah/
“Apa
susahya tinggal tanda tangan di kertas itu” Suara sosok lelaki menggema dalam
ruangan 4x4, menggetarkan hati bahkan merusak pikiran wanita dengan panggilan
Sri. Tangan Sri gemetar memegang pena
diatas kertas berisi perjanjian mengerikan.
“Kenapa
kamu tega melakukan hal ini?” Sri hanya sanggup berkata lirih dalam hati. Sedang lelaki itu terus saja memaksa dan
mengancam Sri hingga mata menjadi sumber air melimpah. Seandainya ada seseorang
yang bisa menolong Sri saat ini. Tentu saja itu tak pernah ada, bahkan mereka
telah meninggalkan Sri sendiri, lalu aku digunakan sebagai alat dalam kejadian
ini.
Bayi yang
kini ada di gendongan Sri sudah berpindah tangan, menangis seolah mengerti akan
dibawa pergi orang asing. Berkali-kali Sri menolak, tapi sayangnya semua sudah
terlanjur dan harus diselesaikan. Secara hukum lelaki itu pasti memenangkan hak
nya karena pernikahannya dengan Sri hanya secara agama dan tak pernah tercatat dalam
negara.
“Semoga
hidupmu tidak terlalu menyedihkan tanpa anak-anakmu” lelaki itu menuju pintu
rumah dan pergi meninggalkan Sri dengan air mata dan hati yang terluka. Sri mendekap kakinya erat dan mulutnya mencari
celah untuk membiarkan oksigen masuk dalam paru-parunya.
Aku menatapnya
lekat saat wajahnya mulai menempel pada tubuhku. Aku tahu di pikirannya adalah
masa lalunya bersamaku dan Surya: lelaki kedua yang menikahinya.
Dulu saat
dia pertama kali menjadi seorang janda, dia tak pernah terbesit pikiran untuk
menikah lagi. Ah namun dugaannya tetu saja salah, buktinya dia menikah setelah
satu tahun suaminya meninggal.
“Aku ingin
menikahimu, bisakah aku menikah denganmu?” ujar Surya, suaranya begitu gagah,
tentu saja dia seorang bujang. sedangkan Sri adalah janda dengan empat
anaknya.
“Tapi aku
punya tanggungan yang banyak. Aku punya banyak anak, mereka semua membutuhkan
biaya. Bukan hanya sekedar biaya untuk makan sehari-hari, tapi aku telah
berjanji pada almarhum ayah mereka untuk menyekolahkan mereka hingga selesai
sarjana” Jawab Sri dengan tegas. Berdiskusi bersama dengan kakak perempuannya. Lelaki
itu bahkan tak berani untuk berbincang empat mata dengan wanita yang belum
menjadi mahramnya.
“Menikahlah
Sri, agar fitnah yang melekat dalam hidupmu bisa hilang. Menjadi janda tentu tak
seenak yang dipikirkan orang. Kita bukanlah penggoda suami orang, tapi
terkadang para wanita lebih percaya pada suaminya daripada orang lain, terlebih
janda seperti kita. Lihatlah bagaimana saudara tirimu bahkan mengolok-olok
kehidupanmu. Hal itu tetap terjadi sekalipun janda seperti kita tak ingin menggoda
suami mereka” Sri memeluk kakak nya erat, karena tahu bagaimana kakak nya
digunjingkan masyarakat sebagai penggoda suami orang akibat status jandanya
dengan wajah yang tentu saja menarik perhatian banyak lelaki.
Dengan persetujuan
anak-anaknya Sri akhirnya menikah dengan Surya seorang pemuda yang dikenal
dengan kejujuran dan ketulusan hatinya. Dengan alat sholat menjadi mas kawin
dalam pernikahan ini. Kebahagiaan Sri jelas terpancar dari wajahnya yang semakin
cantik.
“Walah mba
Sri alhamdulillah sudah menikah, main-main mba ke rumahku” Ucap adik tiri Sri. Saudara
tiri Sri sudah tak pernah cemburu dengan Sri, mereka dengan segera menyapa dan
kembali mempercayai Sri.
“Iya dek,
oh iya ada kerjaan ngga si buat mas Surya” Sri mencoba mencarikan pekerjaan
dengan gaji yang akan mencukupi kebutuhannya dengan anak-anaknya.
“lah,
bukannya Mas Surya udah kerja di dinas perindustrian ya mba?” dahinya terlihat
mengkerut bahkan kini matanya terlihat memperhatikan penampilan Sri dari atas
hingga kaki.
“walah dia
di PHK kok dek jadi sekarang ya kerja serabutan aja” Jelas Sri.
Manusia adalah
makhluk dengan kepuasan tanpa batas, seandainya kepuasan itu untuk mencapai
kebaikan maka akan bahagia hidupnya, namun jika keburukan menjadi kepuasannya
maka hanya kehidupan dunia yang membuatnya bahagia. Setiap mulut memiliki
tuannya masing-masing sehingga kita wajib menjaga mulut dari kepuasan hal
buruk.
Pernikahan
mereka tak bisa bertahan lama, karena sikap Sri yang mulai banyak menuntut. Sri
tak pernah bersyukur atas rezki yang diberikan suaminya. Dengan paras cantik
yang dimiliki Sri, tentu saja banyak lelaki yang mengincar, ingin mengawini
Sri. Dan ternyata Sri tak sekuat dan tak sehebat kakak nya. Dengan mudah Sri
ditaklukan oleh lelaki beristri dengan harta berlimpah. Saat itu Sri masih
mengandung bayi Surya, Surya berangkat merantau namun Sri berselingkuh dengan
leleki itu, hingga akhirnya Sri meminta cerai dengan Surya. Setelah anak itu
lahir, Bukan hanya itu perbincangan tetangga telah menjadi topik yang membuat
api dalam hati Sri menyala, hingga akhirnya perceraian dirasa menjadi keputusan
yang tepat.
Dan kini
Sri resmi dipersunting oleh seorang lelaki beristri yang tak punya keturunan
tanpa izin dari keempat anaknya. Sri begitu menikmati kehidupan mewahnya
bergelimang harta sehingga membuatnya lupa akan keempat anaknya. Sri juga telah
membohongi Surya mengatakan bahwa anaknya telah meninggal. Karena Sri akan
mengurus bayi itu bersama lelaki barunya.
Keempat anaknya
mulai tak tahan melihat perilaku Sri yang lebih senang mengejar dunia, dan tak
bisa lagi dinasihati, hingga akhirnya satu per satu anaknya pergi
meninggalkannya.
“Sri,
biarkan saja dia pergi. Lagian dia sudah besar. Dasar anak tak tahu
terimakasih. Sudah diurus juga masih melawan orang tua, dasar saja anak kamu
itu kurang ajar. Sama saja dengan adik-adiknya” Lelaki itu memaki anak Sri yang
pertama.
“Saya pamit
pergi kalau memang kalian lebih suka hidup berdua tanpa gangguan kami. Aku juga
akan membawa adik-adikku pergi” Anak pertama Sri mengancam, matanya memerah
jemarinya menggenggam erat.
Entah pagi
atau sore, sekarang Sri tak pernah tahu kabar anak-anaknya, hingga akhirnya
lelaki itu berubah, pun begitu dengan istrinya. Bayi Sri dengan Surya lebih
sering diajak ke rumah istri tuanya.
“Sri, kasihan Fira dia kan mau sekolah, jelas
saja dia butuh akta kelahiran dan kartu keluarga, kita kan belum menikah secara
resmi, gimana kalau Fira masuk saja dalam kartu keluargaku”
“begitu ya
Mas, iya juga si kasihan juga dia ya. Yasudah mas, diatur saja sama Mas, aku
percaya sama mas”
Sri
menyerahkan semua kehiduoannya pada lelaki itu, bahakan dia telah merelakan
anak-anaknya demi suami barunya. Tanpa Sri sadari bencana telah menimpa
dirinya.
“Assalamualaikum….
Sri buka pintunya”
“Waalaikumsalam,
kamu ngga bisa ambil Fira dari aku, dia anakku dengan as Surya”
“Sayangnya
dia sudah menjadi hak ku Sri, dalam catatan negara pun dia adalah anak sah
milik aku dan Ningsih. Bukan kamu Sri. Dan sekarang kamu harus menandatangani
surat ini. Perjanjian bahwa kamu tidak akan menemui Fira lagi”
“Apa maksud
kamu mas, jadi ini rencana kamu setelah menikahi aku dan memisahkan aku dengan
anak-anakku”
“Apa
susahya tinggal tanda tangan di kertas itu” Suara sosok lelaki menggema dalam
ruangan 4x4, menggetarkan hati bahkan merusak pikiran wanita dengan panggilan
Sri. Tangan Sri gemetar memegang pena
diatas kertas berisi perjanjian mengerikan.
“Kenapa
kamu tega melakukan hal ini?” Sri hanya sanggup berkata lirih dalam hati. Sedang lelaki itu terus saja memaksa dan
mengancam Sri hingga mata menjadi sumber air melimpah. Seandainya ada seseorang
yang bisa menolong Sri saat ini. Tentu saja itu tak pernah ada, bahkan mereka
telah meninggalkan Sri sendiri, lalu aku digunakan sebagai alat dalam kejadian
ini.
Aku adalah
sajadah mas kawin Sri dengan Surya, tapi aku pun tak bisa berbuat apa-apa saat
tubuhku sempurna melilit di wajah Sri menutupi hidungnya. Kini aku sudah
merasakan napas Sri hanya tinggal sepenggal dua penggal. Aku pernah
menyelamatkannya dari fitnah keji masyarakan penggunjing, tapi aku juga telah
menjadi pembunuh paing keji di sisa hidup Sri.
#TantanganKelasFiksi1
#TantanganODOP