Laman

Rabu, 28 Desember 2016

Tentang dusta

Aku pernah berdusta, semoga kelak tuhan mengampuninya.
Setiap manusia terlahir dengan keunikannya masing-masing. Ada wanita dan laki-laki yang nyatanya diciptakan untuk saling berpasangan.  Namun perlu tetap diingat bahwa jodoh telah ditetapkan olehnya, bahwa sebelum air mata kita menetes dan suara kita memecah keheningan, jauh sebelum itu Tuhan telah membuat skenario terbaiknya untuk kita.
Ada yang tahu apa itu makna dari dusta?
Adalah suatu kata, perbuatan, dan pemikiran yang tidak sesuai dengan kebenarannya.
Aku sendiri tahu bahwa kehidupan terlalu amat sulit untuk di terka.  Maka, jangan, jangan sekali-kali kamu menerka dan mengarang skenario sendiri.  Jangan membiarkan setiap kebetulan yang terjadi membuatmu menjadi pendusta.  Tuhan telah menulisnya, sedang kita adalah artis yang telah dipilihnya.  Peran yang kita jajalankan memang teramat sulit, sangat sulit bahkan.  Namun Tuhan selalu membuat skenario terbaiknya.  Maka kIta harus selalu berada dalam jalan-Nya agar kelak kota selalu bisa menyelesaikan skenarionya dengan baik.
Tentang dusta, jadilah kamu pendusta jika keinginanmu adalah jahannam.
Tentang pendusta, dia hanya akan merasa gelisah tiada henti.
Tentang dusta ia akan menggenggam.tangannya erat.
Tentang pendusta
Dia.akan menahan gejolak getaran jantung yang tak stabil.
Tentang penduata adalah agar kau cepat bertaubat.
Tentang.dusta adalah akan ada banyak manusia tersakiti
Tentang dusta adalah ketika rindu menyeruak membunuh harapan atas ketidak adilan
Tentang dusta adalah pada hati yang dipilih namun tidak memilih
Tentang dusta adalah bahwa hati telah memilih namun ia tetap tak ingin memilih
Tentang dusta adalah tentang kebencian

Bandarlampung, 28 Desember 2016

Selasa, 27 Desember 2016

Mereka menjelma menjadi kita

Aku baru saja menyadari, bahwa diantar mereka ada yang bukan kita.
Malam ini ternyata aku baru menyadarinya.
Dan semua terlihat seperti biasa saja.
Aku melihat mereka yang menjelma menjadi kita,
Namun sepertinya mereka bagai ulat yang menggerogoti buah.
Dari luar terlihat buah itu segar, namun di dalamnya banyak lubang yang membuatnya semakin menjijikkan untuk dimakan
Negeri ini telah jatuh,
Negeri ini porak poranda
Negeri ini hancur.
Siapa yang akan membela. Jika generasi saja seperti aku terlahir.
Tanpa integritas yang tinggi. Dan.tanpa iman yang kuat.
Kini mereka menjelma menjadi kita
Yang seharusnya tidak pernah terjadi.
Tapi perceraian antara kita itulah penyebab dari segalanya
Keangkuhan, kesombongan, ketamakan dan keegoisan
Semua menjadi akar permasalahan dalam negara kita.
Saya hanya teringat kata-kata yang pernah terucap oleh pak habibi bahwa "untuk apa negara ini merdeka, jika tidak punya integritas"
Saya bangga pada nya. Teramat bangga.
Kini mereka benar-benar telah menjelma menjadi kita, mengambil hak-hak kita, lalu mengambil kuasa atas mereka.
Lantas kita hanya terdiam dan terpojokkan.
Lagi-lagi ini adalah ulah dari beberapa orang saja.
Bukan semua. Namun benar adanya perceraian akan menyebabkan bencana.
Satu hal yang pasti. Kembalilah pada jalan yang lurus. Kembalilah pada jalan yang di ridhoi-Nya.
Bahwa pada pandangannya mereka tidak akan menjelma menjadi kita, hingga akan ada persamaan pendapat tentang-Nya

Poetry

Disana berjejer awan putih megah
Berjalan berlawanan arah
Menutupi biru langit cerah
Berseri dalam angan indah
Atas pengorbanan berfaedah namun terbengkalai
Ada yang pergi lantas kembali
Ada yang kembali lantas pergi
Ada yang tetap namun dilanda kekhawatiran
Disanalah duri menghujam tepat
Saat gelap mulai memanjat
Diantara batang yang pernah diinjak pemanjat
Lalu, angin marah bagai penjahat
Disana ada mawar yang rupawan
Namun, kaki tetaplah gentar
Tak tahan harus melangkah
Dan jatuh tersungkur dalam kenistaan
Jika hanya ada nafsu yang membara

Rabu, 14 Desember 2016

Harapan

Jika hati mulai mengharap, maka biarkan dia berharap.
Tapi gantungkan harapan itu pada-Nya agar kelak tak ada kata menyesal dikemudian hari.
Setiap manusia pasti punya harapan, juga pasti pernah merasakan kepedihan.
Namun setiap diantara mereka akan berusaha mengikhlaskannya meskipun harus dirasanya terhujam pisau tajam.

Setiap manusia telah dikaruniai hati yang bersih saat lahir. Meski demikian tidak menutup kemungkinan akan terjadi perubahan pada hati.
Maka istiqomah adalah hal paling tepat untuk menjaga hati tetap bersih.
Sulit memang, tapi surga itu tidak murah. Karena dia lebih elegan dibandingkan dengan berjuta hotel bintang sepuluh yang ada di dunia.

Selasa, 13 Desember 2016

Tua Tubuh Lidi

Ditatapnya lautan api di ujung dunia, sang surya mulai menginjakkan kaki di penghujung cakrawala. Kepalanya menengadah, matanya menatap lautan jingga menghiasi alam. Sedang hidungnya mencium aroma kelelahan. Senja yang buruk. Jalanan dipenuhi robot, lalu lalang manusia berdasi lengkap dengan bau keringat yang busuk, meski tertutup mobil mewah dan parfum tahan satu bulan tak bisa menutupi kebusukan hatinya.
Macet. Sekalipun hanya gerobak tua, dia juga tak bisa jalan. Dia menarik gerobak tuanya, mengangkat ke atas trotoar yang dijadikannya sebagai jalan pintas.
Matanya masih menatap sekeliling, hembusan angin menerpa wajahnya dengan darah yang mulai membeku. Ditekannya kuat-kuat perut kosong itu, kemudian mengistirahatkan tubuhnya di pot bunga pinggiran jalan. Sejuta manusia yang busuk. Menghajar perlahan tubuh lidinya, mengiris hatinya. Lalu aroma apa yang membuatnya semakin bergetar. Tak satupun dari mereka memiliki hati yang mulia. Dia seorang tua yang mengikat perutnya dengan tali rapiah hitam, menahan segala ambisi.
Kini api senja mulai padam, warnanya berganti gelap hitam pekat. Inilah yang indah pada teknologi terbaru, bintang semakin mendekat. Tak ada lagi bintang yang menggantung di langit, tapi bintang menggantung di atas gedung-gedung pencakar langit. Sedang si tua dengan gerobaknya, masih duduk menekan perut dibawah pohon besar, diatas pot bunga pinggiran jalan.
Ada kebahagiaan dalam pertemuan, namun ada kepedihan dalam pertemuan.
Seperti malam ini, dia menangis dalam diam. Isaknya hanya terdengar oleh dirinya sendiri, rambut putihnya bergoyang, pakaian tipisnya tak lagi mampu melindungi tubuh lidinya. Seorang yang piawai datang mendekatinya, diberikannya bingkisan hitam pada si tua tubuh lidi. Aromanya wangi. Wangi tubuhnya juga wangi bingkisannya.
Kini si tua tubuh lidi tak lagi gemetar,dilepasnya tali rapih yang mengikat perutnya. Bingkisan itu cukup jika untuk menghidupi perutnya dua hari kemudian.  Namun tak sampai hari ke dua.
Dia bertemu dengan seorang piawai itu, dilihatnya ada yang berbeda disana. Si piawai berada dalam kertas koran, ditulisnya oleh jurnalis "Ditemukan tikus di dapur negara".
Tangannya gemetar membaca berita,sedang mulutnya yang penuh dengan roti, buru-buru membuangnya.  Kini air matanya mengalir bersama dengan rintik hujan yang terjun. 
"Dia telah lalai" begitu batinnya sambil menengadah langit mendung, wajahnya siap menanti hujaman air hujan.

Jumat, 09 Desember 2016

Bola Mata Senja 2

Malam itu kotaku basah, cacing diperutku merunta. Aku memutuskan untuk pergi membeli makan.
"Nasi goreng" aku memikirkannya sedaritadi. Tapi sepertinya malam itu aku harus kembali bersama takdir. Entah aku yang harus kembali bersama takdir, atau aku yang sedang menjemput takdir.
"Nasi goreng satu ya mas, makan disini" kuputuskan duduk di pojok, malam ini warung kaki lima tidak terlalu ramai karena rintik hujan masih saja turun. Kemungkinan banyak manusia malas keluar.
Kupikir hari ini adalah hari yang luar biasa, makan nasi goreng di tempat yang biasa. Aku menatap sekeliling. Dan aku milih duduk di pojok sana. Aku merasa mengenal punggung itu, maka kuhampiri dia.
"Makan juga?" Aku mengurnya. Kurasa tak ada lagi yang harus disembunyikan. Akan kubiarkan takdir ini terbuka, hanya saja aku tetap akan menjalaninya sesuai dengan skenario.
Tatapannya kosong, entah apa yang dipikirkan gadis ini. Aku duduk tepat di hadapannya.
"Kok sendirian?" Aku mencoba menyelidiki.
"Ah, i... ya. Kelaparan, makanya keluar cari makan" bicaranya cepat, aku nyaris mendengar suara gugup nya.
Degup jantungnya kurasa tak normal.
Tak banyak kata yang kulantunkan. Pun begitu dengannya.
Mungkin malam ini aku harus mengalah. Dia kembali untuk buru-buru pergi. Aku bingung, apakah dia membenci atau dia gugup.
Dia benar-benar pergi saat derai hujan semakin deras. Beres. Setidaknya aku tidak lagi menemuinya. Sepertinya dia benar-benar membenciku.
***
Aku tak peduli ada jutaan air mencecar kulit. Berkali-kali kupejamkan mata menahan pedih air hujan. Bajuku kuyup.
Aku menyerah, air mataku tumpah. Aku menggenggam erat kakiku, menundukkan kepala, lalu mengapitnya diatara kedua lutut.
"Aku tahu ini akan terjadi. Tapi aku harus kembali menyadari, bahwa aku dan dia tidak akan pernah bersatu".

Kamis, 08 Desember 2016

Bola Mata Senja

Aku pernah menatap punggungmu, dibalik besi. Saat itu kau biarkan aku menatapmu.
Namun ketika bola mata kita saling menatap tiba-tiba saja kepalamu menunduk, dan perlahan badanmu hilang dibalik tembok. Kata yang sedaritadi kusiapkan. Akhirnya harus kubungkus kembali. Hanya kata sapaan "hai" , tapi rupanya kau lebih enggan untuk mendengar.
Hatiku berdegup saat itu, mungkin karena  aku masih menyimpan perasaan itu.
Saat aku ada sejajar denganmu. Kau sedang membasuh wajahmu dengan air wudu. Seakan kau ingin menghindariku dengan bantuan keran air dibalik tembok.  Kali ini aku mengalah, aku kembali mengenang kenangan. Kulihat kepalamu menoleh ke kanan ke kiri, entah apa yang sedang kau cari. Tapi aku yakin, bahwa matamu sedang mencariku.
***
Aku berdiri, hanya untuk menikmati senja sore ini, hembusan anginnya aku suka. Di balik tembok aku berdiri. Saat bola mataku mengajakku berbalik arah menghadap jalanan. Disana aku melihat sepasang bola mata yang kukenal. Hatiku bergetar, kakiku bahkan ikut gemetar. Aku menundukkan kepalaku dengan perlahan hingga akhirnya tubuhku membentuk sudut 90 derajat. Lalu tanganku perlahan membuka keran dihadapanku, hingga aku memberi alasan untuk berwudu.
Mataku kembali nakal. Dia mencari bola mata yang tadi kutatap. Tapi ternyata dia benar-benar hilang. Mungkin ini bukan waktu yang tepat.
***
Aku memanggilnya "Raj" dia cinta monyetku saat SMP. Yang kuingat tak ada kata berpisah untuk kami. Namun untuk jarak sepersekian mil. Aku dan dia harus saling menjauh,lantas lupa.
Aku pernah sempat berpamitan. Entah pesan itu pernah kukirim, atau lantas kuhapus dan terlupakan.
Aku memilih bersama yang lain. Karena kupikir keluarganya dan keluargaku tak akan menyatu. Aku memilih pergi.
Aku tak tahu jika tahun ini adalah tahun yang tepat untuk sepasang bola mata saling menatap, mengalun dalam memori masa lalu.
***
Aku memanggilnya "Put". Sama seperti namanya, bagiku dia seperti putri. Putri yang sedang berkuasa di hatiku. Tapi entah apa gerangan yang terjadi kurasa dia pergi. Kabur begitu saja, saat aku lupa menutup jendela kamarnya.
Kupikir aku bisa gila kehilangannya. Namun kini aku memilih pergi bersma wanita lain.
Aku pernah menunggunya, menunggu kata pamit. Namun ternyata tak ada kisah tentang aku dan kamu yang akan menjadi kita.
Dan hari ini, semua nyata. Ini adalah ujian bagiku atau sebagai pengingat. Bahwa aku pernah mencintai bola mata senja yang ku tatap. Mungkin ini adalah waktu yang tepat bagi aku dan kamu juga bagi bola mata senja kita.
***
Aku terburu-buru, kubuka kunci sepeda motorku. Aku mendorongnya kebelakang. Takdir apa lagi yang membuat kita saling bertemu. Motorku menabrak motormu,
Tapi saat itu mataku enggan menatapmu. Karrna hal pertama yang kulihat adalah motormu. Aku ingat semua kesukaanmu. Warna putih dan juga motor besar. Tak lupa sticker yang selalu terpasang di setiap barangmu: "Raj".
Bibirku tak mampu menahannya. Saat mata tak lagi tertahan menatapmu
Di wajahku telah terbit bulan sabit entah itu bersinar entah suram. Karena hanya orang di hadapanku yang busa melihatnya.
"Maaf, aku ngga sengaja"
Hampir bersamaan kalimat itu keluar.
"Mau kemana? Pulang?," dia menatapku, dan memberikan senyumnya untukku.
"Eh? Iya. Ini mau pulang. Duluan ya" jemariku cepat menggenggam gas motor hingga akhirnya terlepas dari tatapan mata masa laluku.
***
Aku terburu-buru, kubuka kunci sepeda motorku. Aku mendorongnya kebelakang. Takdir apa lagi yang membuat kita saling bertemu. Motorku menabrak motormu.
Ada bulan sabit terbit di wajahmu. Dia bersinar. Aku ingat, bulan sabit itu tujuh tahun lalu. Sinarnya masih sama. Namun kali ini lebih bersinar lagi.
"Maaf, aku ngga sengaja"
Hampir bersamaan kalimat itu keluar.
"Mau kemana? Pulang?," aku bertanya padanya, dan memberikan senyum yang kubisa untuknya
"Eh? Iya. Ini mau pulang. Duluan ya" tangannya seperti gemetar bicaranya juga seperti buru-buru. Kamu pergi begitu saja membiarkan aku yang hanya menyaksikan punggungmu. Dan kamu pergi menjauh, lalu hilang.
***
Malam itu kotaku basah, cacing diperutku merunta. Aku memutuskan untuk pergi membeli makan.
"Nasi goreng, mie goreng atau pecel lele?" aku membatin memikirkan makanan. Tapi sepertinya malam itu aku harus kembali bersama takdir, saat kupilih makanan bernama nasi goreng, saat itulah lunas aku membayar takdirku.
"Nasi goreng satu ya mas, makan disini" kuputuskan duduk di pojok, malam ini warung kaki lima tidak terlalu ramai karena rintik hujan masih saja turun. Kemungkinan banyak banyak manusia malas keluar.
Kupikir hari ini adalah hari yang biasa, makan nasi goreng sepertinya bukan menjadi pilihan yang tepat. Aku lupa bahwa ada manusia dengan rambut keriting dengan matanya yang indah, bola matanya hitam, sedang di giginya berbaris rapi kawat, dia menyukai makanan ini: nasi goreng. Sangat suka.
Saat aku tengah asyik menyendok makanan lalu memasukkannya dalam mulut, saat itu ada bayangan yang membuatku takut. Seperti sedang adadalam kegelapan, hingga harus ku angkat kepala dan menatapnya.
"Sial, ini bukanlah momen yang tepat untuk bertatapan" aku membatin dalam hati. Benar tatapan itu masih sama, bola mata juga hiasan gigi seperti pagar.
"Makan juga?" Kalimatnya membuatku tersadar dari lamunanku. Aku hanya mengangguk diam terpesona. Kukedipkan mataku beberapa kali,dan kini dia duduk tepat di hadapanku.

Jumat, 25 November 2016

Bukan perayaan


Disana aku melihat Bulan sabit
Dia Indah saat terbit
Tepat di malam aku menjerit
Membuat wajahku seperti parit
Saat mata masih merabun
Hingga akhirnya kutatap jelas keindahan
Semua pernah dilewati jalanan
Ini seperti sebuah buana
Mataku melukis setiap langkah
Tanganku mengukir sejarah
Sedang hatiku,  mulai menjarah
Setiap atensi saudara sedarah
Dulu kulihat Bulan sabit di bibirnya
Ia merekah indah
Kini masih kulihat dia di sana
Namun senyumku yang tak lagi merekah
Pada perayaan yang tercipta
Disana ada angka dan cahaya
Terbesit luka yang mulai menganga
Perih kurasa
Ada perayaan yang berhak kucipta
Pada sebuah mimpi yang menjadi nyata
Aku mulai terjaga
Menikmati setiap gelora
Pernah aku menanti,
Perayaan indah dengan sejuta sabit
Namun kegelapan yang hadir
Setiap wajah mencipta parit
Ada tubuh kaku terdiam
Matanya terpejam
Namun sabit terbit
Indah
Lagi..
Perayaan ini untukmu;  ayah
Hanya untukmu
Sedang bagiku
Ini adalah kegelapan
Kucipta jutaan hujan di wajahmu
Biar kau mengerti
Bahwa ini bukan perayaan
Bandarlampung, 25 November 2016

Selasa, 22 November 2016

Daily activity

Pagi ini tak seperti biasanya.  Ada rasa bergejolak didalam hati.  Ingin bertemu dan ingin menyapa.  Tapi hati selalu saja merajai.  Aku malu,  rasanya aku sudah lama tak pernah hadir tapi pagi ini saat aku membuka mata.  Aku sungguh rindu kalian.  Maaf jika aku bebal,  tak mau menuruti peraturan yang kubuat dan dibuat oleh kalian semua.  Tapi ini benar-benar keadaan gawat darurat,  bahwa aku sedang banyak ujian dan tugas kuliah (itu hanya alasan klasik saja) 
Tapi benar,  2 minggu ini adalah penentu skripsiku  Hehe bisa dibilang begitu. 
Maaf jadi curcol ya.. 
Usiaku tak lagi muda.  Tapi seperti nya semangatku menua lebih cepat.  Lebih cepat dari perkiraanku. 
Pukul 08.00 wib.  Aku berangkat ke kampus.  Mengikuti matakuliah mekanika kuantum.  Jujur aku tertarik banget dengan mata kuliah kuantum.  Cerita didalamnya itu luar biasa.  Aku mencari tahu dimna elektron dan bagaimana bentuk orbital yang dinamakan ruang kebolehjadian ditemukannya elektron.  Tapi entah kenapa,  matakuliah ini memang terbilang sulit.  Sejujurnya,  bagiku tak ada matakuliah yang sulit.  Hanya saja,  banyak kemalasan merajai duniaku. 
Jumat besok aku harus presentasi mata kuliah pilihan yaitu tentang geokimia. Akan membahas materi biosfer.  Yupss sampai sekarang masih belum begitu paham bagaimana biosfer itiu. 
Siang ini saat matahari sedang terik.  Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan.  (Cari ac)
Niatnya si mengerjakan geokimia.  Mentraslate lebih tepatnya.  Heheh
Sore ini aku menjanjikan muridku untuk hadir membantunya mengerjakan tugas. 
Semoga ilmunya bisa bermanfaat. 
Malamnya.  Kemungkinan aku akan melanjutkan mengerjakan geokimia. 
Sebagai mahasiswi tingkat akhir,  sepertinya aku lebih banyak mondar-mandir ngga jelas. 
Dan banyak deadline yang menimpaku,  membuat aku harus mengatur ulang waktu
#kegiatan
#dailyactivity
#odop
#rindu keluarga odop
#tantangan odop aktivitas sehari-hari
23 november 2016

Kata Kita

Kembali aku harus mengurus setiap kata yang enggan menjadi kita.  Mungkin ini hanya perkara waktu yang tak sampai,  atau diri kita yang tak bisa menyatu.  Aku melihatmu di kejauhan bajumu berdebu,  rambutmu berantakan.  Badanmu kini mulai mengecil tak terawat.  Rambutmu seperti bulu domba. Kamu berjalan di sepanjang jalan kota kenangan,  kemudian duduk sejenak mengingat kenangan. 

Di taman kota,  di tempat duduk yang biasa kita duduki bersama.  Aku juga disini,  menyaksikan kamu yang menyepi.  Dikelilingi oleh keramaian anak-anak bermain kejar-kejaran.  Matamu tetap sayup.  Tak ada keceriaan didalam hidupmu.  Karena ada kata yang enggan menjadi kita.
Aku hanya mampu menyaksikan kepedihan ini dari kejauhan.  Dibalik pohon akasia dan penjual es putar.

Kemudian senja datang,  badanmu mulai tegap.  Kakimu melangkah.  Tanpa melihat arah kau datang kepadaku.  Namun kakiku lebih dahulu melangkah,  dia berlari kencang seakan kau adalah serigala. Hingga akhirnya aku menemui suamiku,  untuk hari ini,  cukup bagiku melihatmu masih terluka.  Sedang aku juga tak bahagia. 

Semoga takdir akan mempertemukan kita,  kelak ketika ada waktu yang tepat.
Hingga ada kata yang akan menjadi kita.
Karena kita hanya bisa menanti.

Bandarlampung,  16 november 2016
#odop
#katakita
#rindukeluargaodop

Penyesalan

Ada yang kembali mengingat takdir
Tentang pertemuan dan perpisahan
Diantara nyata dan mimpi
Aku pernah terselip dalam doa
Diantara tangis dan bahagia
Pernah terselip "aku" dalam ingatannya
Saat rambutnya mulai memutih
Mungkinkah masih ada aku diingatannya? 
Aku hanya bisa mengeluh padanya,  tanpa ku tahu bahwa dia punya banyak benang kehidupan yang rumit. 
Aku masih punya dia si rambut putih dengan kulit keriputnya.
Tapi dia,  tak punya siapapun manusia untuk berbagi.
Kerap,  setiap malam ku dengar isakan tangis dari bibirnya,  mungkin disanalah ia duduk bercerita pada Raja semesta. Dia mengadu tentang beban kehidupannya,  tentang kerumitan benangnya. 
Karena aku tahu,  aku hanya bisa merepotkannya dengan berjuta keluhanku.
Sedang dia tetap akan tersenyum dan memberiku semangat. 
Penghargaan atas setiap prestasi dan usahaku.
Tangannya masih tetap lembut membelai rambutku. 
Tapi kadang,  aku lupa untuk sekedar menyapanya.
Bahkan tanganku kini tak lagi sampai membelai wajahnya.  Karena jarak yang telah kubuat sendiri.
Sekarang aku bisa melihatnya,  hanya ada nama yang terukir di atas Batu.  Diletakkannya ia dalam bumi.  Tanpa sempat aku berpamitan,  aku anak yang hina.  Membiarkan ibuku seorang diri dan pergi mencari dunia. 
Aku lupa bahwa ada seseorang yang harus kujaga dan kurawat  sampai kapanpun.
Penyesalan tetaplah penyesalan. Dia selalu datang diakhir kisah.  Yang bisa diambil dari penyesalan hanyalah hikmah dan pembelajaran untuk kehidupan selanjutnya.
Bandarlampung,  17 november 2016
#odop
#rindukeluargaodop
#semangat

Cerai

Jika kataku tak pernah terucap,  maka biarkan dia tersimpan dalam lembaran kusut dalam kotak tua ini.  Setidaknya akan ada sejarah yang mengabadikan perjuanganku. 
Kulihat sepasang bola matamu begitu teduh menatapku,  dengan harapan dan keyakinan tanpa ada ragu yang terbesit.  Rayuanmu bagaikan psikotropika yang menuntut hatiku terus mencarimu,  kakiku tak henti mencari,  ia terus melangkah dengan arah yang entah kemana. 

Kepergianmu,  membuatku menutup mata,  menutup telinga dengan jemariku,  aku terduduk diatas batuan diabwah pohon,  hujan kembali mengguyur Taman kota. Bahwa takfir perpisahan ini bukanlah apa yang pernah aku inginkan.  Tapi ini adalah takdir Tuhan yang harus terlaksana.
Kulihat punggungmu menjauh,  meninggalkan aku yang basah kuyup.  Mataku tak henti menangis,  tak sedikitpun kepalamu menoleh ke belakang barang hanya sedetik. 

Kita pernah bersatu,  karena takdir yang memintanya,  kini aku harus terpisah denganmu juga karena takdir.

Disana ada pangeranmu yang masih membutuhkan perhatianmu,  namun apalah dayanya yang hanya seorang pangeran kecil tak paham apapun.  Dia kembali bermain,  membuat goyah air tenang di rerumputan,  tak mengerti ibunya sedang pilu. Dia kembali menatap langit. Kebahagiannya adalah kebahagiaanku,  dan aku harus bangkit untuknya.
Kamu.  Maka akan kubiarkan kamu pergi dan jangan pernah kembali,  bahkan hanya untuk putramu.
Biarkan kotak tua ini yang menjadi saksi perjalanan hidup ku bersamamu,  bahkan setelah tanpamu,  aagar dia "putramu mengetahui yang sebenarnya.

#odop
#cerai
#rindukeluargaodop

Bandarlampung,  18 november 2016

Gadismu Tetap Baik

Gadismu sudah besar kini dia mulai beranjak remaja.  Ada rindu di matamu,  ketika melihatnya mulai kehadiran Cinta.  Cinta yang tentu saja bukan untukmu.  Sebisa mungkin kamu membuatnya menjauh dari perasaan itu. 
Dia gadismu.  Gadis yang selalu ingin kau jaga.  Tapi jangan pernah membuatnya menangis karena laranganmu.  Biarkan dia pergi mencari kebenarannya.  Bekalkan dia ilmu dan nasihat,  bukan kata-kata kotor penuh hinaan saat kamu mulai murka. 
Kini gadismu mulai pergi.  Dia menjauh karena kemurkaanmu,  menjauh dan lalu pergi.   Dibawanya baju hingga apapun yang ia butuhkan untuk pergi. 
Dan kamu. 
Air matamu mulai menetes. Mencari kemana gadismu pergi.
Tapi dia.
Gadismu pergi ke arah yang benar.  Dia bukan pergi.  Tapi ibu yang menyuruhnya masuk dalam penjara syurga. 
Kabarnya baik saja,  wajahnya cerah,  pekertinaya sangat baik.  Hingga akhirnya dia kembali. 
Kembali memelukmu erat. 
Dan tanganmu hanya mampu mempererat genggaman pada tubuh mungilnya. 
Gadismu tersenyum.
Dia mencintaimu,  dan kini hanya sepersekian hari saja kamu menyayanginya,  karena takdir telah menjemputmu. 
Gadismu sendiri. 
Hanya bertemankan Ibu.
Air matanya mengalir,  tapi hanya sekejap saja.  Hatinya pilu.  Tapi dia haru rela kamu pergi.
Melihat tubuhmu kaku,  dia hanya diam. Memberikan doa terbaik untukmu.
Dia gadismu,  tetap menjadi anak yang baik,  remaja yang sholehah.  Dan kini telah duduk disampingnya sebagai penggantimu menjaganya,  seorang lelaki yang luar biasa.
Kamu tidak perlu iri hati.  Sekali lagi doakan dan restui dia.  Karena pertemuannya juga merupakan rido dari-Nya pun demikian juga ibunya yang telah meridoinya
Tenanglah disana,  biarkan gadismu mengurus rumah tangganya. 
Dan kini gadismu tetap mengingatmu dan mencintaimu.
Bandarlampung,  21 november 2016
#odop
#ngodop
#hutangodop
#rindukeluargaodop

Rindu keluarga odop

Pernah ingat satu hal... 
Ketika aku harus terhenti untuk tidak melanjutkan.
Aku ingat semua harus tetap berjalan seperti apa yang pernah terikrarkan. 
Mungkin ini bukan dunia ku. 
Atau mungkin ini aku yang memaksa masuk. 
Semua orang disana benar-benar "welcome" baik seperti keluarga.
Tapi ini memang kesalahan ku. 
Ternyata ketika kita menghilang lalu memiliki banyak hutang.  Rasanya seperti manusia yang dikejar hutang dan malu untuk pulang. 
Inginnya si membayar hutang dan tetap berbaur. 
Karena sebenarnya mereka juga ndak pernah memberatkan.  Intinya mereka semua selalu menghargai karya keluarganya. 
Mungkin aku terlepas terlalu jauh.  Tapi untungnya masih ada yang melemparkan tali untukku. 
Bukan.  Bukan masalah tak ada waktu. 
Karena sebenarnya banyak waktu yang tersisa. 
Sayangnya.  Aku yang tak bisa menangkap waktu dan mengaturnya menjadi lebih bijak. 
Semoga bersama dengan kesibukan yang tercipta.  Tidak membuat aku terus luntur menghilang dari tulisan

#rindukeluargaodop
#odop
#justwrite
#22112016
Bandarlampung

Senin, 21 November 2016

Dandelion



Jadilah apa yang kamu mau dan kamu bisa. Jangan jadi sesuatu yang tidak pernah memikat hatimu.

Pernahkah kalian membayangkan akan bertemu dengan pangeran impian?.  Pernahkah terbesit dipikiran kalian saat kecil tentang pangeran idaman seperti apa yang didambakan oleh hati?.  “Aku pernah”.

Pernahkah kalian merasa kejadian saat ini adalah hasil dari perkataan kalian semasa kecil? “Aku pernah”. Tidak semua orang mangingatnya atau bahkan memikirkannnya, tapi banyak kejadian yang menurutku adalah hasil perkataan kita semasa kecil.  Terkadang kata yang tak sengaja kita ucapkan adalah kata yang dikabulkan Tuhan.

Namaku Lyra Rarala.  Sulit menyebutnya?. Panggil saja aku dengan si bunga Lily. Nama panggilan itu resmi kupakai saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Berbeda dengan panggilanku saat kecil “Lala”. Beda tipis, tapi aku lebih menyukai “Lily” daripada “Lala”. Pernah kukatakan pada ibuku, seandainya aku punya adik berikan saja nama Lala padanya bu. Biar aku yang menggunakan nama Lily. Kalian tahu, kenapa aku lebih memilih nama Lily dibandingkan Lala?.

Semua itu terjadi saat aku duduk dikelas 6 Sekolah Dasar, usai ujian nasional. Guru wali kelas ku mengajak aku dan teman-teman satu kelas untuk berlibur. Dan saat itu guru kami menginginkan untuk singgah di taman bunga. Menurutku itu taman bunga karena disana banyak macam-macam bunga, bahkan sampai bunga dandelionpun ada.  Tapi menurut teman-teman dan guruku itu adalah toko bunga, karena jika ingin membawa pulang bibitnya, kau harus membayarnya di gerbang keluar. Saat itu kami akan melihat proses pencangkokan bunga bougenvile ada juga yang menyebutnya dengan bunga kertas, sambil memperhatikan bunga-bunga yang lain. Menurutku toko bunga itu adalah taman wisata bunga, karena selain hanya menawarkan bunga-bunga yang indah, para karyawan juga dengan cerdas menjelaskan arti dan makna bunga-bunga disana.

Aku yang saat itu sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang bertebaran sampai lupa bahwa aku harus mengikuti arah perjalanan rombonganku.  Saat yang lain memilih arah jalan ke kiri, entah mengapa kaki ku seperti menerima perintah dari otak untuk melangkah ke kanan, karena mata yang telah lebih dulu terpesona dengan keindahan warna-warni bunga lily dan juga sebaran bunga dandelion yang berterbangan. Saat itulah aku juga melihat seorang karyawan wanita yang sedang menikmati hempasan bunga dandelion yang terbang terkena angin, terlihat wajahnya yang teramat bahagia menerima tamparan lembut dandelion.

“Hai kak? Yang ini namanya bunga apa ya?” Jari-jariku mengagetkannya, membuat matanya bergerak menatapku dengan tatapan teduhnya.

“Eh, yang mana dik?” Dengan cepat dia berdiri tegap mengelap wajahnya dan menggambar senyum simetris di bibirnya.

“Yang ini Kak” Tanpa berpikir panjang aku langsung menarik lengannya, dan menunjuk bunga berwarna putih dengan kelopak bunga yang lebar dan putik yang tumbuh seperti korek api, dihias dengan dedaunan warna hijau terang yang ditopang oleh tangkai yang ramping memanjang.  Indah.

“Ini bunga Lily, anak manis. Bagi pecinta bunga, bunga ini adalah “ratu taman”.  Coba kamu amati bunga ini dan rasakan, perasaan apa yang muncul dihatimu”.

Aku menatap wanita yang dengan sigap merapatkan setangkai bunga lili disela-sela jemari tangan kanannya, meratapinya dengan penuh perasaan. Tanpa berpikir panjang aku langsung  mengikutinya. Dan aku terbawa dengan suasana hening itu. “Suci, Lembut, dan Cantik” Dengan nada rendah kuungkapkan perasaanku terhadap bunga lily.

“Luar biasa, bagaimana kamu bisa menebaknya dengan tepat anak manis?, aku bahkah membutuhkan waktu berhari-hari untuk meresapi makna bunga ini. dan pada akhirnya aku harus menyerah dan bertanya pada seniorku disini” Matanya berbinar indah, bola matanya berwarna hitam legam. Berbeda denganku yang memiliki bola mata berwarna coklat terang. Kulitnya putih, wajahnya berseri. Tatapan bahagianya menghadap tepat dimataku. Tak lama kemudian jarinya mencubit pipi bakpau milikku. Dia terlihat gemas dengan pipiku.

Aku hanya membalasnya dengan senyum bahagia, pernahkah kalian melihat kebahagiaan anak kecil yang mendapatkan hadiah ulang tahun, seperti itulah kegirangan yang kualami saat itu.
“Siapa namamu anak manis?”

“Lyra Rarala, dipanggil ‘Lala’. Kalau nama kakak siapa ?” Tangan mungilku kujabatkan kearahnya. Dan dengan sigap tangan wanita itu meraihnya

“Aku Sela” gigi gingsulnya terlihat indah menghiasi senyum manisnya. Rambut hitam legamnya menyibak lembut wajahnya dengan terpaan angin sejuk pegunungan. Lala?, kenapa tidak dipanggil dengan sebutan Rara?” wajahnya terlihat mengernyitkan dahi.

“Kata Ibu, karena banyak teman yang kesulitan dengan panggilan itu, dan karena adik ku tidak bisa memanggilku dengan sebutan itu” tanganku jahil bermain tanah.

“Lala, kamu tahu tidak? Bunga lili memiliki makna yang berbeda loh, setiap warnanya, karena bunga lili memiliki banyak warna, maka makna yang ditimbulkan juga berbeda-beda”

“Benarkah, Kak?. Maukah kakak menjelaskannya padaku?. dan bolehkah aku memetik bunga ini satu tangkai saja? Untuk menemani perjalanan kita, berkeliling?” tanganku meraih setangkai bunga lili berwarna putih, yang sejak tadi menjadi perhatianku.

“Baiklah, petik saja bunganya untuk mu. Lala, bunga lili merah mengartikan keberanian yang lembut dan cantik. Jadi bunga lili merah menandakan tentang wanita yang berhati lembut dan cantik yang memiliki keberanian dan ketegasan. Banyak sekali di dunia yang pernah aku temui wanita memiliki sifat tidak tegas, sehingga menjadi bahan penindasan. Itulah makna dari unga Lili merah. Kau pasti sudah tau apa makna dari bunga lili putih?”

“Bunga lili putih menandakan ketulusan, kesucian, kecantikan dan kelembutan”

“Bisa jadi begitu, sayang. Dan kau tahu bunga Lili kuning mengartikan apa?” aku hanya bisa menggeleng, karena di pikiranku warna kuning adalah warna yang biasa digunakan untuk pertanda kematian. Karena didesaku setiap ada warga yang meninggal dunia, pasti didepan rumahnya ada bendera warna kuning yang berkibar.

“Bunga lili kuning menandakan”

“Kau tahu ini bunga apa?” Tangan Kak Sela jahil memetik bunga dandelion yang akhirnya putiknya berterbangan diterpa angin. “Dandelion, Kak” Aku menjawabnya dengan sigap. Tapi mulutku tak henti mendekati bunga dandelion mekar itu, untuk meniupinya. Bibirku tersenyum melihatnya berterbangan di antara bunga-bunga yang lain.

“Darimana kamu tahu anak kecil?. Tak banyak orang yang tahu bunga ini, kebanyakan dari mereka hanya menganggap bunga indah ini adalah rumput yang harus segera dicabut dari dalam tanah”. Langkah kaki nya terhenti dan aku masih asyik dengan dandelionku.

“Di desaku banyak rumput ini kak. Sepupuku dari kota yang memberitahu nama dari rumput ini”

“bunga dandelion ini bunga yang luar biasa, dia datang jauh dari eropa”

Bandarlampung,

Dandelion



Jadilah apa yang kamu mau dan kamu bisa. Jangan jadi sesuatu yang tidak pernah memikat hatimu.
Pernahkah kalian membayangkan akan bertemu dengan pangeran impian?.  Pernahkah terbesit dipikiran kalian saat kecil tentang pangeran idaman seperti apa yang didambakan oleh hati?.  “Aku pernah”.
Pernahkah kalian merasa kejadian saat ini adalah hasil dari perkataan kalian semasa kecil? “Aku pernah”. Tidak semua orang mangingatnya atau bahkan memikirkannnya, tapi banyak kejadian yang menurutku adalah hasil perkataan kita semasa kecil.  Terkadang kata yang tak sengaja kita ucapkan adalah kata yang dikabulkan Tuhan.
Namaku Lyra Rarala.  Sulit menyebutnya?. Panggil saja aku dengan si bunga Lily. Nama panggilan itu resmi kupakai saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Berbeda dengan panggilanku saat kecil “Lala”. Beda tipis, tapi aku lebih menyukai “Lily” daripada “Lala”. Pernah kukatakan pada ibuku, seandainya aku punya adik berikan saja nama Lala padanya bu. Biar aku yang menggunakan nama Lily. Kalian tahu, kenapa aku lebih memilih nama Lily dibandingkan Lala?.
Semua itu terjadi saat aku duduk dikelas 6 Sekolah Dasar, usai ujian nasional. Guru wali kelas ku mengajak aku dan teman-teman satu kelas untuk berlibur. Dan saat itu guru kami menginginkan untuk singgah di taman bunga. Menurutku itu taman bunga karena disana banyak macam-macam bunga, bahkan sampai bunga dandelionpun ada.  Tapi menurut teman-teman dan guruku itu adalah toko bunga, karena jika ingin membawa pulang bibitnya, kau harus membayarnya di gerbang keluar. Saat itu kami akan melihat proses pencangkokan bunga bougenvile ada juga yang menyebutnya dengan bunga kertas, sambil memperhatikan bunga-bunga yang lain. Menurutku toko bunga itu adalah taman wisata bunga, karena selain hanya menawarkan bunga-bunga yang indah, para karyawan juga dengan cerdas menjelaskan arti dan makna bunga-bunga disana.
Aku yang saat itu sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang bertebaran sampai lupa bahwa aku harus mengikuti arah perjalanan rombonganku.  Saat yang lain memilih arah jalan ke kiri, entah mengapa kaki ku seperti menerima perintah dari otak untuk melangkah ke kanan, karena mata yang telah lebih dulu terpesona dengan keindahan warna-warni bunga lily dan juga sebaran bunga dandelion yang berterbangan. Saat itulah aku juga melihat seorang karyawan wanita yang sedang menikmati hempasan bunga dandelion yang terbang terkena angin, terlihat wajahnya yang teramat bahagia menerima tamparan lembut dandelion.
“Hai kak? Yang ini namanya bunga apa ya?” Jari-jariku mengagetkannya, membuat matanya bergerak menatapku dengan tatapan teduhnya.
“Eh, yang mana dik?” Dengan cepat dia berdiri tegap mengelap wajahnya dan menggambar senyum simetris di bibirnya.
“Yang ini Kak” Tanpa berpikir panjang aku langsung menarik lengannya, dan menunjuk bunga berwarna putih dengan kelopak bunga yang lebar dan putik yang tumbuh seperti korek api, dihias dengan dedaunan warna hijau terang yang ditopang oleh tangkai yang ramping memanjang.  Indah.
“Ini bunga Lily, anak manis. Bagi pecinta bunga, bunga ini adalah “ratu taman”.  Coba kamu amati bunga ini dan rasakan, perasaan apa yang muncul dihatimu”.
Aku menatap wanita yang dengan sigap merapatkan setangkai bunga lili disela-sela jemari tangan kanannya, meratapinya dengan penuh perasaan. Tanpa berpikir panjang aku langsung  mengikutinya. Dan aku terbawa dengan suasana hening itu. “Suci, Lembut, dan Cantik” Dengan nada rendah kuungkapkan perasaanku terhadap bunga lily.
“Luar biasa, bagaimana kamu bisa menebaknya dengan tepat anak manis?, aku bahkah membutuhkan waktu berhari-hari untuk meresapi makna bunga ini. dan pada akhirnya aku harus menyerah dan bertanya pada seniorku disini” Matanya berbinar indah, bola matanya berwarna hitam legam. Berbeda denganku yang memiliki bola mata berwarna coklat terang. Kulitnya putih, wajahnya berseri. Tatapan bahagianya menghadap tepat dimataku. Tak lama kemudian jarinya mencubit pipi bakpau milikku. Dia terlihat gemas dengan pipiku.
Aku hanya membalasnya dengan senyum bahagia, pernahkah kalian melihat kebahagiaan anak kecil yang mendapatkan hadiah ulang tahun, seperti itulah kegirangan yang kualami saat itu.
“Siapa namamu anak manis?”
“Lyra Rarala, dipanggil ‘Lala’. Kalau nama kakak siapa ?” Tangan mungilku kujabatkan kearahnya. Dan dengan sigap tangan wanita itu meraihnya
“Aku Sela” gigi gingsulnya terlihat indah menghiasi senyum manisnya. Rambut hitam legamnya menyibak lembut wajahnya dengan terpaan angin sejuk pegunungan. Lala?, kenapa tidak dipanggil dengan sebutan Rara?” wajahnya terlihat mengernyitkan dahi.
“Kata Ibu, karena banyak teman yang kesulitan dengan panggilan itu, dan karena adik ku tidak bisa memanggilku dengan sebutan itu” tanganku jahil bermain tanah.
“Lala, kamu tahu tidak? Bunga lili memiliki makna yang berbeda loh, setiap warnanya, karena bunga lili memiliki banyak warna, maka makna yang ditimbulkan juga berbeda-beda”
“Benarkah, Kak?. Maukah kakak menjelaskannya padaku?. dan bolehkah aku memetik bunga ini satu tangkai saja? Untuk menemani perjalanan kita, berkeliling?” tanganku meraih setangkai bunga lili berwarna putih, yang sejak tadi menjadi perhatianku.
“Baiklah, petik saja bunganya untuk mu. Lala, bunga lili merah mengartikan keberanian yang lembut dan cantik. Jadi bunga lili merah menandakan tentang wanita yang berhati lembut dan cantik yang memiliki keberanian dan ketegasan. Banyak sekali di dunia yang pernah aku temui wanita memiliki sifat tidak tegas, sehingga menjadi bahan penindasan. Itulah makna dari unga Lili merah. Kau pasti sudah tau apa makna dari bunga lili putih?”
“Bunga lili putih menandakan ketulusan, kesucian, kecantikan dan kelembutan”
“Bisa jadi begitu, sayang. Dan kau tahu bunga Lili kuning mengartikan apa?” aku hanya bisa menggeleng, karena di pikiranku warna kuning adalah warna yang biasa digunakan untuk pertanda kematian. Karena didesaku setiap ada warga yang meninggal dunia, pasti didepan rumahnya ada bendera warna kuning yang berkibar.
“Bunga lili kuning menandakan”
“Kau tahu ini bunga apa?” Tangan Kak Sela jahil memetik bunga dandelion yang akhirnya putiknya berterbangan diterpa angin. “Dandelion, Kak” Aku menjawabnya dengan sigap. Tapi mulutku tak henti mendekati bunga dandelion mekar itu, untuk meniupinya. Bibirku tersenyum melihatnya berterbangan di antara bunga-bunga yang lain.
“Darimana kamu tahu anak kecil?. Tak banyak orang yang tahu bunga ini, kebanyakan dari mereka hanya menganggap bunga indah ini adalah rumput yang harus segera dicabut dari dalam tanah”. Langkah kaki nya terhenti dan aku masih asyik dengan dandelionku.
“Di desaku banyak rumput ini kak. Sepupuku dari kota yang memberitahu nama dari rumput ini”
“bunga dandelion ini bunga yang luar biasa, dia datang jauh dari eropa”

Metro, 08 November  2016

Selasa, 15 November 2016

Ibu

Pada mata yang semakin rabun
Dan pada kulit yang mengeriput
Pada kepikunan yang meraja
Disana aku mendapat Cinta
Segelintir rasa sesak memenuhi ruang
Saat kulihat kau terbaring lemah
Ada sungai yang mengalir di pipimu
Saat melihatku kembali selamat
Pada malam sejuta bintang
Banyak kata yang terucap
Seperti penuh atas harap
Lagi
Kutatap matamu yang merabun
Kusentuh kulitmu yang keriput
Kau balas dengan sentuhan ubun-ubun
Hatiku berdesir
Sedang Bulan sabit terbit di bibirku
Meskipun kini kulitmu keriput
Matamu merabun
Tapi kau tetaplah bidadari ku
Ibu....

Jumat, 11 November 2016

Satu Masa Dua

"Ada yang ingin aku tanyakan tentang perasaan ini,  jika iya maka jawablah jika tidak maka jawablah,  aku benar-benar membutuhkan jawaban itu" dia hanya terpaku.  Bibirnya bungkam matanya terus mengalirkan air,  hatinya sungguh pilu. Untuk memilih dua orang yang sama-sama dicintainya.
Lelaki dihadapannya,  bukan tidak ingin atau pun berharap,  dia hanya ingin kepastian.  Agar bisa melanjutkan kehidupannya.
Mereka membiarkan teh Melati dihadapan mereka dingin.  Sesekali lyra memandang kearah jalanan dan masih tetap menitikan air mata.  Sedangkan riko hanya tertunduk dengan matanya yang semakin merah.  Kursi di pojok kafe ini sempurna. Hanya ada kesunyian dan aliran air mata disana.
"Bagaimana bisa kamu mencintai dua orang dalam satu masa? " tangan riko mulai menyentuh dagu lyra mengarahkannya kehadapan wajahnya yang kelu dan penuh dengan kekecewaan. Berharap lyra akan memilihnya tanpa mempertimbangkan apapun. Namun lyra tetap membisu dengan air matanya yang semakin deras dan membuat riko menyerah untuk memegang dagunya.
"Jika aku bisa memilih,  maka akan kupilih untuk tidak menyukai siapapun.  Sejatinya aku tidak pernah ingin menyukaimu ataupun dia.  Tapi kenyataannya berbeda kamu hadir saat dia pergi,  lalu aku masih mencintainya,  dan kesalahannya ada pada takdir pertemuan kita" lyra mulai mencari pembelaan.  Tangan kanannya meraih tisu diatas meja.  Takdir pertemuan mereka yang begitu terlambat.  Berpisah atau menyakiti, keduanya sama-sama akan dirasakan karena pada akhirnya hati akan memilih dan dipilih oleh orang dan waktu yang tepat.
"Biarkan Tuhan yang menggenggam tanganku.  Maka lupakan aku dan bersihkan hatimu.  Akupun sama" Bekas hujan di kota Malang menjadi saksi bisu tertundanya pertemuan mereka.  Jalanan masih basah.  Gerimis pun masih berjatuhan.  Tapi bagi hati yang hancur,  maka badaipun tak akan dirasa.  Lyra memutuskan untuk pulang dan pergi menjauh dari riko.  Bukan hanya riko.  Lyra juga tak ingin lagi bertemu faiz.  Dia hanya ingin menetralkan perasaannya.
Hingga nantinya akan ada masa dan rasa untuk orang yang tepat. lyra berlari,  kakinya memecah ketenangan air dijalanan.  Bajunya kuyup,  air matanya masih mengalir,  dadanya sesak.  Hingga akhirnya direbahkannya tubuh kecil diatas bangku di tengah Taman kota.  Sepi.  Kedua tangannya menutupi wajahnya,  air matanya tetap saja mengalir,  isakannya semakin keras. Beberapa kali lyra mengusap ingus yang keluar di hidungnya.  Sekarang terlihat kakinya mulai dilipat dan dipeluk oleh tangannya sendiri erat-erat. 
***
"Ini kesalahanku, bukan aku tak tahu diri,  tapi semua ini murni dari-NYA.  Benar yang salah bukanlah kamu,  atau dia.  Bukan salah takdir juga.  Tapi ini adalah kesalahanku,  karena aku yang tak bisa menjaga hatiku untuk orang yang tepat hingga waktu yang tepat.  Maafkan aku atas kejadian ini,  semoga ini menjadi pelajaran untuk kita semua" lyra mengetik pesan singkat untuk riko dan faiz.  Dikirimnya dengan segera.  Dan ia kembali dalam goa bantal yang dibuatnya sendiri. 

#tantanganodop
#odop
#deskripsi
#perasaan
#semangat
Bandarlampung,  11 November 2016