Laman

Jumat, 09 Desember 2016

Bola Mata Senja 2

Malam itu kotaku basah, cacing diperutku merunta. Aku memutuskan untuk pergi membeli makan.
"Nasi goreng" aku memikirkannya sedaritadi. Tapi sepertinya malam itu aku harus kembali bersama takdir. Entah aku yang harus kembali bersama takdir, atau aku yang sedang menjemput takdir.
"Nasi goreng satu ya mas, makan disini" kuputuskan duduk di pojok, malam ini warung kaki lima tidak terlalu ramai karena rintik hujan masih saja turun. Kemungkinan banyak manusia malas keluar.
Kupikir hari ini adalah hari yang luar biasa, makan nasi goreng di tempat yang biasa. Aku menatap sekeliling. Dan aku milih duduk di pojok sana. Aku merasa mengenal punggung itu, maka kuhampiri dia.
"Makan juga?" Aku mengurnya. Kurasa tak ada lagi yang harus disembunyikan. Akan kubiarkan takdir ini terbuka, hanya saja aku tetap akan menjalaninya sesuai dengan skenario.
Tatapannya kosong, entah apa yang dipikirkan gadis ini. Aku duduk tepat di hadapannya.
"Kok sendirian?" Aku mencoba menyelidiki.
"Ah, i... ya. Kelaparan, makanya keluar cari makan" bicaranya cepat, aku nyaris mendengar suara gugup nya.
Degup jantungnya kurasa tak normal.
Tak banyak kata yang kulantunkan. Pun begitu dengannya.
Mungkin malam ini aku harus mengalah. Dia kembali untuk buru-buru pergi. Aku bingung, apakah dia membenci atau dia gugup.
Dia benar-benar pergi saat derai hujan semakin deras. Beres. Setidaknya aku tidak lagi menemuinya. Sepertinya dia benar-benar membenciku.
***
Aku tak peduli ada jutaan air mencecar kulit. Berkali-kali kupejamkan mata menahan pedih air hujan. Bajuku kuyup.
Aku menyerah, air mataku tumpah. Aku menggenggam erat kakiku, menundukkan kepala, lalu mengapitnya diatara kedua lutut.
"Aku tahu ini akan terjadi. Tapi aku harus kembali menyadari, bahwa aku dan dia tidak akan pernah bersatu".

1 komentar:

  1. Hemm....seberapa besarkah kebenciannya sampai buru2 pergi???hhehe
    Nice...dtnggu episode alanjutny mbak...

    BalasHapus