Laman

Jumat, 25 November 2016

Bukan perayaan


Disana aku melihat Bulan sabit
Dia Indah saat terbit
Tepat di malam aku menjerit
Membuat wajahku seperti parit
Saat mata masih merabun
Hingga akhirnya kutatap jelas keindahan
Semua pernah dilewati jalanan
Ini seperti sebuah buana
Mataku melukis setiap langkah
Tanganku mengukir sejarah
Sedang hatiku,  mulai menjarah
Setiap atensi saudara sedarah
Dulu kulihat Bulan sabit di bibirnya
Ia merekah indah
Kini masih kulihat dia di sana
Namun senyumku yang tak lagi merekah
Pada perayaan yang tercipta
Disana ada angka dan cahaya
Terbesit luka yang mulai menganga
Perih kurasa
Ada perayaan yang berhak kucipta
Pada sebuah mimpi yang menjadi nyata
Aku mulai terjaga
Menikmati setiap gelora
Pernah aku menanti,
Perayaan indah dengan sejuta sabit
Namun kegelapan yang hadir
Setiap wajah mencipta parit
Ada tubuh kaku terdiam
Matanya terpejam
Namun sabit terbit
Indah
Lagi..
Perayaan ini untukmu;  ayah
Hanya untukmu
Sedang bagiku
Ini adalah kegelapan
Kucipta jutaan hujan di wajahmu
Biar kau mengerti
Bahwa ini bukan perayaan
Bandarlampung, 25 November 2016

Selasa, 22 November 2016

Daily activity

Pagi ini tak seperti biasanya.  Ada rasa bergejolak didalam hati.  Ingin bertemu dan ingin menyapa.  Tapi hati selalu saja merajai.  Aku malu,  rasanya aku sudah lama tak pernah hadir tapi pagi ini saat aku membuka mata.  Aku sungguh rindu kalian.  Maaf jika aku bebal,  tak mau menuruti peraturan yang kubuat dan dibuat oleh kalian semua.  Tapi ini benar-benar keadaan gawat darurat,  bahwa aku sedang banyak ujian dan tugas kuliah (itu hanya alasan klasik saja) 
Tapi benar,  2 minggu ini adalah penentu skripsiku  Hehe bisa dibilang begitu. 
Maaf jadi curcol ya.. 
Usiaku tak lagi muda.  Tapi seperti nya semangatku menua lebih cepat.  Lebih cepat dari perkiraanku. 
Pukul 08.00 wib.  Aku berangkat ke kampus.  Mengikuti matakuliah mekanika kuantum.  Jujur aku tertarik banget dengan mata kuliah kuantum.  Cerita didalamnya itu luar biasa.  Aku mencari tahu dimna elektron dan bagaimana bentuk orbital yang dinamakan ruang kebolehjadian ditemukannya elektron.  Tapi entah kenapa,  matakuliah ini memang terbilang sulit.  Sejujurnya,  bagiku tak ada matakuliah yang sulit.  Hanya saja,  banyak kemalasan merajai duniaku. 
Jumat besok aku harus presentasi mata kuliah pilihan yaitu tentang geokimia. Akan membahas materi biosfer.  Yupss sampai sekarang masih belum begitu paham bagaimana biosfer itiu. 
Siang ini saat matahari sedang terik.  Aku memutuskan untuk pergi ke perpustakaan.  (Cari ac)
Niatnya si mengerjakan geokimia.  Mentraslate lebih tepatnya.  Heheh
Sore ini aku menjanjikan muridku untuk hadir membantunya mengerjakan tugas. 
Semoga ilmunya bisa bermanfaat. 
Malamnya.  Kemungkinan aku akan melanjutkan mengerjakan geokimia. 
Sebagai mahasiswi tingkat akhir,  sepertinya aku lebih banyak mondar-mandir ngga jelas. 
Dan banyak deadline yang menimpaku,  membuat aku harus mengatur ulang waktu
#kegiatan
#dailyactivity
#odop
#rindu keluarga odop
#tantangan odop aktivitas sehari-hari
23 november 2016

Kata Kita

Kembali aku harus mengurus setiap kata yang enggan menjadi kita.  Mungkin ini hanya perkara waktu yang tak sampai,  atau diri kita yang tak bisa menyatu.  Aku melihatmu di kejauhan bajumu berdebu,  rambutmu berantakan.  Badanmu kini mulai mengecil tak terawat.  Rambutmu seperti bulu domba. Kamu berjalan di sepanjang jalan kota kenangan,  kemudian duduk sejenak mengingat kenangan. 

Di taman kota,  di tempat duduk yang biasa kita duduki bersama.  Aku juga disini,  menyaksikan kamu yang menyepi.  Dikelilingi oleh keramaian anak-anak bermain kejar-kejaran.  Matamu tetap sayup.  Tak ada keceriaan didalam hidupmu.  Karena ada kata yang enggan menjadi kita.
Aku hanya mampu menyaksikan kepedihan ini dari kejauhan.  Dibalik pohon akasia dan penjual es putar.

Kemudian senja datang,  badanmu mulai tegap.  Kakimu melangkah.  Tanpa melihat arah kau datang kepadaku.  Namun kakiku lebih dahulu melangkah,  dia berlari kencang seakan kau adalah serigala. Hingga akhirnya aku menemui suamiku,  untuk hari ini,  cukup bagiku melihatmu masih terluka.  Sedang aku juga tak bahagia. 

Semoga takdir akan mempertemukan kita,  kelak ketika ada waktu yang tepat.
Hingga ada kata yang akan menjadi kita.
Karena kita hanya bisa menanti.

Bandarlampung,  16 november 2016
#odop
#katakita
#rindukeluargaodop

Penyesalan

Ada yang kembali mengingat takdir
Tentang pertemuan dan perpisahan
Diantara nyata dan mimpi
Aku pernah terselip dalam doa
Diantara tangis dan bahagia
Pernah terselip "aku" dalam ingatannya
Saat rambutnya mulai memutih
Mungkinkah masih ada aku diingatannya? 
Aku hanya bisa mengeluh padanya,  tanpa ku tahu bahwa dia punya banyak benang kehidupan yang rumit. 
Aku masih punya dia si rambut putih dengan kulit keriputnya.
Tapi dia,  tak punya siapapun manusia untuk berbagi.
Kerap,  setiap malam ku dengar isakan tangis dari bibirnya,  mungkin disanalah ia duduk bercerita pada Raja semesta. Dia mengadu tentang beban kehidupannya,  tentang kerumitan benangnya. 
Karena aku tahu,  aku hanya bisa merepotkannya dengan berjuta keluhanku.
Sedang dia tetap akan tersenyum dan memberiku semangat. 
Penghargaan atas setiap prestasi dan usahaku.
Tangannya masih tetap lembut membelai rambutku. 
Tapi kadang,  aku lupa untuk sekedar menyapanya.
Bahkan tanganku kini tak lagi sampai membelai wajahnya.  Karena jarak yang telah kubuat sendiri.
Sekarang aku bisa melihatnya,  hanya ada nama yang terukir di atas Batu.  Diletakkannya ia dalam bumi.  Tanpa sempat aku berpamitan,  aku anak yang hina.  Membiarkan ibuku seorang diri dan pergi mencari dunia. 
Aku lupa bahwa ada seseorang yang harus kujaga dan kurawat  sampai kapanpun.
Penyesalan tetaplah penyesalan. Dia selalu datang diakhir kisah.  Yang bisa diambil dari penyesalan hanyalah hikmah dan pembelajaran untuk kehidupan selanjutnya.
Bandarlampung,  17 november 2016
#odop
#rindukeluargaodop
#semangat

Cerai

Jika kataku tak pernah terucap,  maka biarkan dia tersimpan dalam lembaran kusut dalam kotak tua ini.  Setidaknya akan ada sejarah yang mengabadikan perjuanganku. 
Kulihat sepasang bola matamu begitu teduh menatapku,  dengan harapan dan keyakinan tanpa ada ragu yang terbesit.  Rayuanmu bagaikan psikotropika yang menuntut hatiku terus mencarimu,  kakiku tak henti mencari,  ia terus melangkah dengan arah yang entah kemana. 

Kepergianmu,  membuatku menutup mata,  menutup telinga dengan jemariku,  aku terduduk diatas batuan diabwah pohon,  hujan kembali mengguyur Taman kota. Bahwa takfir perpisahan ini bukanlah apa yang pernah aku inginkan.  Tapi ini adalah takdir Tuhan yang harus terlaksana.
Kulihat punggungmu menjauh,  meninggalkan aku yang basah kuyup.  Mataku tak henti menangis,  tak sedikitpun kepalamu menoleh ke belakang barang hanya sedetik. 

Kita pernah bersatu,  karena takdir yang memintanya,  kini aku harus terpisah denganmu juga karena takdir.

Disana ada pangeranmu yang masih membutuhkan perhatianmu,  namun apalah dayanya yang hanya seorang pangeran kecil tak paham apapun.  Dia kembali bermain,  membuat goyah air tenang di rerumputan,  tak mengerti ibunya sedang pilu. Dia kembali menatap langit. Kebahagiannya adalah kebahagiaanku,  dan aku harus bangkit untuknya.
Kamu.  Maka akan kubiarkan kamu pergi dan jangan pernah kembali,  bahkan hanya untuk putramu.
Biarkan kotak tua ini yang menjadi saksi perjalanan hidup ku bersamamu,  bahkan setelah tanpamu,  aagar dia "putramu mengetahui yang sebenarnya.

#odop
#cerai
#rindukeluargaodop

Bandarlampung,  18 november 2016

Gadismu Tetap Baik

Gadismu sudah besar kini dia mulai beranjak remaja.  Ada rindu di matamu,  ketika melihatnya mulai kehadiran Cinta.  Cinta yang tentu saja bukan untukmu.  Sebisa mungkin kamu membuatnya menjauh dari perasaan itu. 
Dia gadismu.  Gadis yang selalu ingin kau jaga.  Tapi jangan pernah membuatnya menangis karena laranganmu.  Biarkan dia pergi mencari kebenarannya.  Bekalkan dia ilmu dan nasihat,  bukan kata-kata kotor penuh hinaan saat kamu mulai murka. 
Kini gadismu mulai pergi.  Dia menjauh karena kemurkaanmu,  menjauh dan lalu pergi.   Dibawanya baju hingga apapun yang ia butuhkan untuk pergi. 
Dan kamu. 
Air matamu mulai menetes. Mencari kemana gadismu pergi.
Tapi dia.
Gadismu pergi ke arah yang benar.  Dia bukan pergi.  Tapi ibu yang menyuruhnya masuk dalam penjara syurga. 
Kabarnya baik saja,  wajahnya cerah,  pekertinaya sangat baik.  Hingga akhirnya dia kembali. 
Kembali memelukmu erat. 
Dan tanganmu hanya mampu mempererat genggaman pada tubuh mungilnya. 
Gadismu tersenyum.
Dia mencintaimu,  dan kini hanya sepersekian hari saja kamu menyayanginya,  karena takdir telah menjemputmu. 
Gadismu sendiri. 
Hanya bertemankan Ibu.
Air matanya mengalir,  tapi hanya sekejap saja.  Hatinya pilu.  Tapi dia haru rela kamu pergi.
Melihat tubuhmu kaku,  dia hanya diam. Memberikan doa terbaik untukmu.
Dia gadismu,  tetap menjadi anak yang baik,  remaja yang sholehah.  Dan kini telah duduk disampingnya sebagai penggantimu menjaganya,  seorang lelaki yang luar biasa.
Kamu tidak perlu iri hati.  Sekali lagi doakan dan restui dia.  Karena pertemuannya juga merupakan rido dari-Nya pun demikian juga ibunya yang telah meridoinya
Tenanglah disana,  biarkan gadismu mengurus rumah tangganya. 
Dan kini gadismu tetap mengingatmu dan mencintaimu.
Bandarlampung,  21 november 2016
#odop
#ngodop
#hutangodop
#rindukeluargaodop

Rindu keluarga odop

Pernah ingat satu hal... 
Ketika aku harus terhenti untuk tidak melanjutkan.
Aku ingat semua harus tetap berjalan seperti apa yang pernah terikrarkan. 
Mungkin ini bukan dunia ku. 
Atau mungkin ini aku yang memaksa masuk. 
Semua orang disana benar-benar "welcome" baik seperti keluarga.
Tapi ini memang kesalahan ku. 
Ternyata ketika kita menghilang lalu memiliki banyak hutang.  Rasanya seperti manusia yang dikejar hutang dan malu untuk pulang. 
Inginnya si membayar hutang dan tetap berbaur. 
Karena sebenarnya mereka juga ndak pernah memberatkan.  Intinya mereka semua selalu menghargai karya keluarganya. 
Mungkin aku terlepas terlalu jauh.  Tapi untungnya masih ada yang melemparkan tali untukku. 
Bukan.  Bukan masalah tak ada waktu. 
Karena sebenarnya banyak waktu yang tersisa. 
Sayangnya.  Aku yang tak bisa menangkap waktu dan mengaturnya menjadi lebih bijak. 
Semoga bersama dengan kesibukan yang tercipta.  Tidak membuat aku terus luntur menghilang dari tulisan

#rindukeluargaodop
#odop
#justwrite
#22112016
Bandarlampung

Senin, 21 November 2016

Dandelion



Jadilah apa yang kamu mau dan kamu bisa. Jangan jadi sesuatu yang tidak pernah memikat hatimu.

Pernahkah kalian membayangkan akan bertemu dengan pangeran impian?.  Pernahkah terbesit dipikiran kalian saat kecil tentang pangeran idaman seperti apa yang didambakan oleh hati?.  “Aku pernah”.

Pernahkah kalian merasa kejadian saat ini adalah hasil dari perkataan kalian semasa kecil? “Aku pernah”. Tidak semua orang mangingatnya atau bahkan memikirkannnya, tapi banyak kejadian yang menurutku adalah hasil perkataan kita semasa kecil.  Terkadang kata yang tak sengaja kita ucapkan adalah kata yang dikabulkan Tuhan.

Namaku Lyra Rarala.  Sulit menyebutnya?. Panggil saja aku dengan si bunga Lily. Nama panggilan itu resmi kupakai saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Berbeda dengan panggilanku saat kecil “Lala”. Beda tipis, tapi aku lebih menyukai “Lily” daripada “Lala”. Pernah kukatakan pada ibuku, seandainya aku punya adik berikan saja nama Lala padanya bu. Biar aku yang menggunakan nama Lily. Kalian tahu, kenapa aku lebih memilih nama Lily dibandingkan Lala?.

Semua itu terjadi saat aku duduk dikelas 6 Sekolah Dasar, usai ujian nasional. Guru wali kelas ku mengajak aku dan teman-teman satu kelas untuk berlibur. Dan saat itu guru kami menginginkan untuk singgah di taman bunga. Menurutku itu taman bunga karena disana banyak macam-macam bunga, bahkan sampai bunga dandelionpun ada.  Tapi menurut teman-teman dan guruku itu adalah toko bunga, karena jika ingin membawa pulang bibitnya, kau harus membayarnya di gerbang keluar. Saat itu kami akan melihat proses pencangkokan bunga bougenvile ada juga yang menyebutnya dengan bunga kertas, sambil memperhatikan bunga-bunga yang lain. Menurutku toko bunga itu adalah taman wisata bunga, karena selain hanya menawarkan bunga-bunga yang indah, para karyawan juga dengan cerdas menjelaskan arti dan makna bunga-bunga disana.

Aku yang saat itu sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang bertebaran sampai lupa bahwa aku harus mengikuti arah perjalanan rombonganku.  Saat yang lain memilih arah jalan ke kiri, entah mengapa kaki ku seperti menerima perintah dari otak untuk melangkah ke kanan, karena mata yang telah lebih dulu terpesona dengan keindahan warna-warni bunga lily dan juga sebaran bunga dandelion yang berterbangan. Saat itulah aku juga melihat seorang karyawan wanita yang sedang menikmati hempasan bunga dandelion yang terbang terkena angin, terlihat wajahnya yang teramat bahagia menerima tamparan lembut dandelion.

“Hai kak? Yang ini namanya bunga apa ya?” Jari-jariku mengagetkannya, membuat matanya bergerak menatapku dengan tatapan teduhnya.

“Eh, yang mana dik?” Dengan cepat dia berdiri tegap mengelap wajahnya dan menggambar senyum simetris di bibirnya.

“Yang ini Kak” Tanpa berpikir panjang aku langsung menarik lengannya, dan menunjuk bunga berwarna putih dengan kelopak bunga yang lebar dan putik yang tumbuh seperti korek api, dihias dengan dedaunan warna hijau terang yang ditopang oleh tangkai yang ramping memanjang.  Indah.

“Ini bunga Lily, anak manis. Bagi pecinta bunga, bunga ini adalah “ratu taman”.  Coba kamu amati bunga ini dan rasakan, perasaan apa yang muncul dihatimu”.

Aku menatap wanita yang dengan sigap merapatkan setangkai bunga lili disela-sela jemari tangan kanannya, meratapinya dengan penuh perasaan. Tanpa berpikir panjang aku langsung  mengikutinya. Dan aku terbawa dengan suasana hening itu. “Suci, Lembut, dan Cantik” Dengan nada rendah kuungkapkan perasaanku terhadap bunga lily.

“Luar biasa, bagaimana kamu bisa menebaknya dengan tepat anak manis?, aku bahkah membutuhkan waktu berhari-hari untuk meresapi makna bunga ini. dan pada akhirnya aku harus menyerah dan bertanya pada seniorku disini” Matanya berbinar indah, bola matanya berwarna hitam legam. Berbeda denganku yang memiliki bola mata berwarna coklat terang. Kulitnya putih, wajahnya berseri. Tatapan bahagianya menghadap tepat dimataku. Tak lama kemudian jarinya mencubit pipi bakpau milikku. Dia terlihat gemas dengan pipiku.

Aku hanya membalasnya dengan senyum bahagia, pernahkah kalian melihat kebahagiaan anak kecil yang mendapatkan hadiah ulang tahun, seperti itulah kegirangan yang kualami saat itu.
“Siapa namamu anak manis?”

“Lyra Rarala, dipanggil ‘Lala’. Kalau nama kakak siapa ?” Tangan mungilku kujabatkan kearahnya. Dan dengan sigap tangan wanita itu meraihnya

“Aku Sela” gigi gingsulnya terlihat indah menghiasi senyum manisnya. Rambut hitam legamnya menyibak lembut wajahnya dengan terpaan angin sejuk pegunungan. Lala?, kenapa tidak dipanggil dengan sebutan Rara?” wajahnya terlihat mengernyitkan dahi.

“Kata Ibu, karena banyak teman yang kesulitan dengan panggilan itu, dan karena adik ku tidak bisa memanggilku dengan sebutan itu” tanganku jahil bermain tanah.

“Lala, kamu tahu tidak? Bunga lili memiliki makna yang berbeda loh, setiap warnanya, karena bunga lili memiliki banyak warna, maka makna yang ditimbulkan juga berbeda-beda”

“Benarkah, Kak?. Maukah kakak menjelaskannya padaku?. dan bolehkah aku memetik bunga ini satu tangkai saja? Untuk menemani perjalanan kita, berkeliling?” tanganku meraih setangkai bunga lili berwarna putih, yang sejak tadi menjadi perhatianku.

“Baiklah, petik saja bunganya untuk mu. Lala, bunga lili merah mengartikan keberanian yang lembut dan cantik. Jadi bunga lili merah menandakan tentang wanita yang berhati lembut dan cantik yang memiliki keberanian dan ketegasan. Banyak sekali di dunia yang pernah aku temui wanita memiliki sifat tidak tegas, sehingga menjadi bahan penindasan. Itulah makna dari unga Lili merah. Kau pasti sudah tau apa makna dari bunga lili putih?”

“Bunga lili putih menandakan ketulusan, kesucian, kecantikan dan kelembutan”

“Bisa jadi begitu, sayang. Dan kau tahu bunga Lili kuning mengartikan apa?” aku hanya bisa menggeleng, karena di pikiranku warna kuning adalah warna yang biasa digunakan untuk pertanda kematian. Karena didesaku setiap ada warga yang meninggal dunia, pasti didepan rumahnya ada bendera warna kuning yang berkibar.

“Bunga lili kuning menandakan”

“Kau tahu ini bunga apa?” Tangan Kak Sela jahil memetik bunga dandelion yang akhirnya putiknya berterbangan diterpa angin. “Dandelion, Kak” Aku menjawabnya dengan sigap. Tapi mulutku tak henti mendekati bunga dandelion mekar itu, untuk meniupinya. Bibirku tersenyum melihatnya berterbangan di antara bunga-bunga yang lain.

“Darimana kamu tahu anak kecil?. Tak banyak orang yang tahu bunga ini, kebanyakan dari mereka hanya menganggap bunga indah ini adalah rumput yang harus segera dicabut dari dalam tanah”. Langkah kaki nya terhenti dan aku masih asyik dengan dandelionku.

“Di desaku banyak rumput ini kak. Sepupuku dari kota yang memberitahu nama dari rumput ini”

“bunga dandelion ini bunga yang luar biasa, dia datang jauh dari eropa”

Bandarlampung,

Dandelion



Jadilah apa yang kamu mau dan kamu bisa. Jangan jadi sesuatu yang tidak pernah memikat hatimu.
Pernahkah kalian membayangkan akan bertemu dengan pangeran impian?.  Pernahkah terbesit dipikiran kalian saat kecil tentang pangeran idaman seperti apa yang didambakan oleh hati?.  “Aku pernah”.
Pernahkah kalian merasa kejadian saat ini adalah hasil dari perkataan kalian semasa kecil? “Aku pernah”. Tidak semua orang mangingatnya atau bahkan memikirkannnya, tapi banyak kejadian yang menurutku adalah hasil perkataan kita semasa kecil.  Terkadang kata yang tak sengaja kita ucapkan adalah kata yang dikabulkan Tuhan.
Namaku Lyra Rarala.  Sulit menyebutnya?. Panggil saja aku dengan si bunga Lily. Nama panggilan itu resmi kupakai saat aku duduk di bangku kelas 2 SMP. Berbeda dengan panggilanku saat kecil “Lala”. Beda tipis, tapi aku lebih menyukai “Lily” daripada “Lala”. Pernah kukatakan pada ibuku, seandainya aku punya adik berikan saja nama Lala padanya bu. Biar aku yang menggunakan nama Lily. Kalian tahu, kenapa aku lebih memilih nama Lily dibandingkan Lala?.
Semua itu terjadi saat aku duduk dikelas 6 Sekolah Dasar, usai ujian nasional. Guru wali kelas ku mengajak aku dan teman-teman satu kelas untuk berlibur. Dan saat itu guru kami menginginkan untuk singgah di taman bunga. Menurutku itu taman bunga karena disana banyak macam-macam bunga, bahkan sampai bunga dandelionpun ada.  Tapi menurut teman-teman dan guruku itu adalah toko bunga, karena jika ingin membawa pulang bibitnya, kau harus membayarnya di gerbang keluar. Saat itu kami akan melihat proses pencangkokan bunga bougenvile ada juga yang menyebutnya dengan bunga kertas, sambil memperhatikan bunga-bunga yang lain. Menurutku toko bunga itu adalah taman wisata bunga, karena selain hanya menawarkan bunga-bunga yang indah, para karyawan juga dengan cerdas menjelaskan arti dan makna bunga-bunga disana.
Aku yang saat itu sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang bertebaran sampai lupa bahwa aku harus mengikuti arah perjalanan rombonganku.  Saat yang lain memilih arah jalan ke kiri, entah mengapa kaki ku seperti menerima perintah dari otak untuk melangkah ke kanan, karena mata yang telah lebih dulu terpesona dengan keindahan warna-warni bunga lily dan juga sebaran bunga dandelion yang berterbangan. Saat itulah aku juga melihat seorang karyawan wanita yang sedang menikmati hempasan bunga dandelion yang terbang terkena angin, terlihat wajahnya yang teramat bahagia menerima tamparan lembut dandelion.
“Hai kak? Yang ini namanya bunga apa ya?” Jari-jariku mengagetkannya, membuat matanya bergerak menatapku dengan tatapan teduhnya.
“Eh, yang mana dik?” Dengan cepat dia berdiri tegap mengelap wajahnya dan menggambar senyum simetris di bibirnya.
“Yang ini Kak” Tanpa berpikir panjang aku langsung menarik lengannya, dan menunjuk bunga berwarna putih dengan kelopak bunga yang lebar dan putik yang tumbuh seperti korek api, dihias dengan dedaunan warna hijau terang yang ditopang oleh tangkai yang ramping memanjang.  Indah.
“Ini bunga Lily, anak manis. Bagi pecinta bunga, bunga ini adalah “ratu taman”.  Coba kamu amati bunga ini dan rasakan, perasaan apa yang muncul dihatimu”.
Aku menatap wanita yang dengan sigap merapatkan setangkai bunga lili disela-sela jemari tangan kanannya, meratapinya dengan penuh perasaan. Tanpa berpikir panjang aku langsung  mengikutinya. Dan aku terbawa dengan suasana hening itu. “Suci, Lembut, dan Cantik” Dengan nada rendah kuungkapkan perasaanku terhadap bunga lily.
“Luar biasa, bagaimana kamu bisa menebaknya dengan tepat anak manis?, aku bahkah membutuhkan waktu berhari-hari untuk meresapi makna bunga ini. dan pada akhirnya aku harus menyerah dan bertanya pada seniorku disini” Matanya berbinar indah, bola matanya berwarna hitam legam. Berbeda denganku yang memiliki bola mata berwarna coklat terang. Kulitnya putih, wajahnya berseri. Tatapan bahagianya menghadap tepat dimataku. Tak lama kemudian jarinya mencubit pipi bakpau milikku. Dia terlihat gemas dengan pipiku.
Aku hanya membalasnya dengan senyum bahagia, pernahkah kalian melihat kebahagiaan anak kecil yang mendapatkan hadiah ulang tahun, seperti itulah kegirangan yang kualami saat itu.
“Siapa namamu anak manis?”
“Lyra Rarala, dipanggil ‘Lala’. Kalau nama kakak siapa ?” Tangan mungilku kujabatkan kearahnya. Dan dengan sigap tangan wanita itu meraihnya
“Aku Sela” gigi gingsulnya terlihat indah menghiasi senyum manisnya. Rambut hitam legamnya menyibak lembut wajahnya dengan terpaan angin sejuk pegunungan. Lala?, kenapa tidak dipanggil dengan sebutan Rara?” wajahnya terlihat mengernyitkan dahi.
“Kata Ibu, karena banyak teman yang kesulitan dengan panggilan itu, dan karena adik ku tidak bisa memanggilku dengan sebutan itu” tanganku jahil bermain tanah.
“Lala, kamu tahu tidak? Bunga lili memiliki makna yang berbeda loh, setiap warnanya, karena bunga lili memiliki banyak warna, maka makna yang ditimbulkan juga berbeda-beda”
“Benarkah, Kak?. Maukah kakak menjelaskannya padaku?. dan bolehkah aku memetik bunga ini satu tangkai saja? Untuk menemani perjalanan kita, berkeliling?” tanganku meraih setangkai bunga lili berwarna putih, yang sejak tadi menjadi perhatianku.
“Baiklah, petik saja bunganya untuk mu. Lala, bunga lili merah mengartikan keberanian yang lembut dan cantik. Jadi bunga lili merah menandakan tentang wanita yang berhati lembut dan cantik yang memiliki keberanian dan ketegasan. Banyak sekali di dunia yang pernah aku temui wanita memiliki sifat tidak tegas, sehingga menjadi bahan penindasan. Itulah makna dari unga Lili merah. Kau pasti sudah tau apa makna dari bunga lili putih?”
“Bunga lili putih menandakan ketulusan, kesucian, kecantikan dan kelembutan”
“Bisa jadi begitu, sayang. Dan kau tahu bunga Lili kuning mengartikan apa?” aku hanya bisa menggeleng, karena di pikiranku warna kuning adalah warna yang biasa digunakan untuk pertanda kematian. Karena didesaku setiap ada warga yang meninggal dunia, pasti didepan rumahnya ada bendera warna kuning yang berkibar.
“Bunga lili kuning menandakan”
“Kau tahu ini bunga apa?” Tangan Kak Sela jahil memetik bunga dandelion yang akhirnya putiknya berterbangan diterpa angin. “Dandelion, Kak” Aku menjawabnya dengan sigap. Tapi mulutku tak henti mendekati bunga dandelion mekar itu, untuk meniupinya. Bibirku tersenyum melihatnya berterbangan di antara bunga-bunga yang lain.
“Darimana kamu tahu anak kecil?. Tak banyak orang yang tahu bunga ini, kebanyakan dari mereka hanya menganggap bunga indah ini adalah rumput yang harus segera dicabut dari dalam tanah”. Langkah kaki nya terhenti dan aku masih asyik dengan dandelionku.
“Di desaku banyak rumput ini kak. Sepupuku dari kota yang memberitahu nama dari rumput ini”
“bunga dandelion ini bunga yang luar biasa, dia datang jauh dari eropa”

Metro, 08 November  2016

Selasa, 15 November 2016

Ibu

Pada mata yang semakin rabun
Dan pada kulit yang mengeriput
Pada kepikunan yang meraja
Disana aku mendapat Cinta
Segelintir rasa sesak memenuhi ruang
Saat kulihat kau terbaring lemah
Ada sungai yang mengalir di pipimu
Saat melihatku kembali selamat
Pada malam sejuta bintang
Banyak kata yang terucap
Seperti penuh atas harap
Lagi
Kutatap matamu yang merabun
Kusentuh kulitmu yang keriput
Kau balas dengan sentuhan ubun-ubun
Hatiku berdesir
Sedang Bulan sabit terbit di bibirku
Meskipun kini kulitmu keriput
Matamu merabun
Tapi kau tetaplah bidadari ku
Ibu....

Jumat, 11 November 2016

Satu Masa Dua

"Ada yang ingin aku tanyakan tentang perasaan ini,  jika iya maka jawablah jika tidak maka jawablah,  aku benar-benar membutuhkan jawaban itu" dia hanya terpaku.  Bibirnya bungkam matanya terus mengalirkan air,  hatinya sungguh pilu. Untuk memilih dua orang yang sama-sama dicintainya.
Lelaki dihadapannya,  bukan tidak ingin atau pun berharap,  dia hanya ingin kepastian.  Agar bisa melanjutkan kehidupannya.
Mereka membiarkan teh Melati dihadapan mereka dingin.  Sesekali lyra memandang kearah jalanan dan masih tetap menitikan air mata.  Sedangkan riko hanya tertunduk dengan matanya yang semakin merah.  Kursi di pojok kafe ini sempurna. Hanya ada kesunyian dan aliran air mata disana.
"Bagaimana bisa kamu mencintai dua orang dalam satu masa? " tangan riko mulai menyentuh dagu lyra mengarahkannya kehadapan wajahnya yang kelu dan penuh dengan kekecewaan. Berharap lyra akan memilihnya tanpa mempertimbangkan apapun. Namun lyra tetap membisu dengan air matanya yang semakin deras dan membuat riko menyerah untuk memegang dagunya.
"Jika aku bisa memilih,  maka akan kupilih untuk tidak menyukai siapapun.  Sejatinya aku tidak pernah ingin menyukaimu ataupun dia.  Tapi kenyataannya berbeda kamu hadir saat dia pergi,  lalu aku masih mencintainya,  dan kesalahannya ada pada takdir pertemuan kita" lyra mulai mencari pembelaan.  Tangan kanannya meraih tisu diatas meja.  Takdir pertemuan mereka yang begitu terlambat.  Berpisah atau menyakiti, keduanya sama-sama akan dirasakan karena pada akhirnya hati akan memilih dan dipilih oleh orang dan waktu yang tepat.
"Biarkan Tuhan yang menggenggam tanganku.  Maka lupakan aku dan bersihkan hatimu.  Akupun sama" Bekas hujan di kota Malang menjadi saksi bisu tertundanya pertemuan mereka.  Jalanan masih basah.  Gerimis pun masih berjatuhan.  Tapi bagi hati yang hancur,  maka badaipun tak akan dirasa.  Lyra memutuskan untuk pulang dan pergi menjauh dari riko.  Bukan hanya riko.  Lyra juga tak ingin lagi bertemu faiz.  Dia hanya ingin menetralkan perasaannya.
Hingga nantinya akan ada masa dan rasa untuk orang yang tepat. lyra berlari,  kakinya memecah ketenangan air dijalanan.  Bajunya kuyup,  air matanya masih mengalir,  dadanya sesak.  Hingga akhirnya direbahkannya tubuh kecil diatas bangku di tengah Taman kota.  Sepi.  Kedua tangannya menutupi wajahnya,  air matanya tetap saja mengalir,  isakannya semakin keras. Beberapa kali lyra mengusap ingus yang keluar di hidungnya.  Sekarang terlihat kakinya mulai dilipat dan dipeluk oleh tangannya sendiri erat-erat. 
***
"Ini kesalahanku, bukan aku tak tahu diri,  tapi semua ini murni dari-NYA.  Benar yang salah bukanlah kamu,  atau dia.  Bukan salah takdir juga.  Tapi ini adalah kesalahanku,  karena aku yang tak bisa menjaga hatiku untuk orang yang tepat hingga waktu yang tepat.  Maafkan aku atas kejadian ini,  semoga ini menjadi pelajaran untuk kita semua" lyra mengetik pesan singkat untuk riko dan faiz.  Dikirimnya dengan segera.  Dan ia kembali dalam goa bantal yang dibuatnya sendiri. 

#tantanganodop
#odop
#deskripsi
#perasaan
#semangat
Bandarlampung,  11 November 2016

Senin, 07 November 2016

Cinta segi empat

Disana nampak dua orang sedang duduk berlawanan arah. 

Seorang wanita sedang duduk di pojok kafe sebelah kanan dan juga seorang lelaki yang nampak duduk tak berminat menikmati kopi dihadapannya.  Matanya menatap kosong dikejauhan.  Duduk disebelah kiri pojok kafe.

Sedang di antara mereka duduk,  ada sepasang kekasih yang saling melempar tawa. Cerita-cerita lucu yang keluar melalui bibir antara keduanya,  membuat potongan cerita Cinta segi empat. 

Aku yang kini duduk di belakang mereka,  hanya mampu menikmati pemandangan Indah dari keempat manusia itu.

Dipojok kanan,  seorang wanita dengan rambut panjang hitam legamnya,  nampak kebingungan.  Seperti ada yang tertahan di matanya,  seperti ada yang ingin keluar dari matanya,  namun hatinya selalu cepat tenang.  Beberapa kali kulihat dia menarik nafas dalam , yang kemudian membuangnya perlahan. 
Sesekali kulihat dia memasukkan sepucuk sendok ice cream ke mulutnya.  Kemudian ditatapnya lamat-lamat hujan diluar sana. 

Dipojok kiri,  seorang lelaki dewasa dengan hidung mancung.  Juga rambutnya yang bergaya landak,  wajahnya nampak datar,  beberapa kali juga kulihat dia menghela nafas panjang.  Hingga akhir aku memandangnya di kejauhan ada sungai yang mengalir dipipinya. Mukanya kini merah,  namun tangannya terlihat segera menyeka,  membuang air matanya.  Tak lama,  tangannya mengambil alih gelas kopi dihadapannya,  diteguknya kopi itu hingga ampas yang tersisa.  Kakinya melangkah pergi. 

Kini lihatlah sepasang kekasih di antara kedua manusia galau tadi, 
Mereka semakin asyik menertawakan sesuatu di gadget mereka.  Keduanya duduk semakin dekat.  Beberapa kali kulihat mereka saling bersuapan.  Tak masalah mungkin walau itu hanya sepucuk sendok ice cream.  Hingga akhir aku menatap keduanya saling mendekat dan berpoto. 

Wanita di pojok kanan kafe,  terlihat menyaksikan pemandangan sepasang kekasih,  tangannya buru-buru menyambar gelas ice creamnya.  Habis.  Begitulah nyatanya.  Gelas ice creamnya berubah kosong.  Dengan cepat di bukanya langkah kaki lebar.  Pergi. 

Aku seperti melihat suatu pemandangan Cinta segi empat. 
Seandainya mungkin. 
Tapi mungkin itu hanya sebuah kebetulan. 
Kebetulan yang aku ciptakan sendiri.  Sebuah terkaan yang kubuat sendiri.

Sama seperti aku sekarang yang kembali harus mengaduk hot moccha milikku.  Kini ia dingin.  Tak terasa kulihat sudah satu jam aku duduk mengamati Cinta segi empat yang kubuat sendiri.  Kini saatnya aku pamit.  Tanpa harus kuhabiskan moccha dingin itu. 
Aku melangkahkan kaki . Kulihat disekeliling,  seperti ada yang menikamku.  Disemua sudut,  disemua kursi kosong hanya aku yang duduk seorang diri,  sedang kursi yang lain.  Sudah diisi dengan pasangan kekasih. 

Kaki ku melangkah segera pergi.  Kembali aku menghela napas panjang.  Dan segera pergi. 

Minggu, 06 November 2016

Embun

Barisan embun tak terlihat
Terbang bersama secercah sinar harapan
Ketika Surya menepati janjinya
Disana ada embun
Didalam awan,  yang gelap kulitnya
Setiap langkah berharap cemas
Akankah dia tepat menjatuhkannya
Bongkahan air masih di tubuhnya
Terbawa angin
Sesuai takdir
Tanpa ragu,  tanpa peduli
Tetesan air kembali jatuh
Embun kembali datang
Namun dia cepat akan pergi
Lagi.

Metro,  03 november 2016

Puisi

Ada rentetan aksara disana
Berjalan rapi membentang langit
Rangkaian kata yang tak habis berderet
Dengan kata berjuta makna
Sebuah makna tanpa dusta
Yang pernah melewati hati pencipta
Bukan hanya sekedar kata
Tapi ia lebih dari nasihat luka
Harapan atas impian
Luka atas penantian
Bahagia atas penistaan
Duka atas harapan
"Sebuah puisi yang tercipta
Menggenggam erat sejarah hidup"
Metro,  02 November 2016

Takdir perpisahan

Kaki ku terus melangkah pasti,  penuh dengan keyakinan atas apa yang ada didepan sana.
Aku melihat Bulan sabit diatas sana lengkungnya Indah seperti senyum dibibirmu.
Cahayanya mungkin tak seterang saat Purnama.  Tapi aku melihatnya lebih Indah sabit malam ini. 
Deburan ombak yang merdu berpadu dengan suara jangkrik. 
Aku duduk di tepi pantai,  dengan nyiur kelapa yang lembut
Disana terlihat lampu petromaks seperti kunang-kunang di dalam hutan.
Kapal para nelayan membuat background yang Indah malam ini. 
Aku kembali berjalan menyusuri tepi pantai ditemani bayangan dan kenangan.
Ini adalah nyata pohon ditepi pantai yang pernah kita duduki berdua.
Disana kita tuliskan sebuah takdir. 
Takdir perpisahan atas kehendak-Nya.
Kembali kubiarkan tanganku menyentuh Batang pohon yang tumbuh melengkung. 
Membiarkan manusia duduk ditopangnya. 
Disinilah aku duduk,  ditempat Indah bersama alunan melodi alam yang menyatu.
 Dengan Batang pohon melengkung bak sabit malam ini.
Aku termenung. 
Bukan,  bukan termenung menunggumu, 
Karena aku tidak pernah lagi menunggumu sekarang. 
Sejak saat itu
Saat malam Bulan sabit,  aku menangis seorang diri disini,  duduk menyaksikan langit dan menunggumu pulang.  Aku seperti melihat bayangan mu berjalan mendekat.
"Apa yang kau tangisi? " seketika aku terkejut,  kutolehkan wajahku kebelakang,  cincin yang sama,  dan aku mengenalinya. Kutatap bola matanya.  Dan itu juga bola mata yang sama. Bola mata yang tak pernah diizinkan tuhan untuk kutatap lebih lama lagi. 
"Jangan biarkan hatimu dipenuhi olehku,  Akan kuberikan kunci yang pernah kau berikan,  sekarang bukalah hatimu,  bukalah untuk seseorang yang telah ditakdirkan untukmu"
"TIDAK!!!, AKU HANYA INGIN MENUNGGUMU!! " namun semua hanya sebatas kata yang tak pernah terucap.  Bibirku seketika membeku. 
Apa yang terjadi pada mulutku,  mengapa dia seperti terkunci.
"Jangan pernah menungguku lagi,  karena aku bukanlah takdirmu. Jangan lagi terlalu berharap dengan manusia, karena sakit yang kau rasakan saat ini adalah sakit atas kesalahanmu sendiri, gantungkan harapanmu pada yang Maha segalanya" matamu semakin tajam kutatap.  Tanganku menggenggam erat tanganmu.  Namun semilirnya angin hanya akan membuatku sesak. 
Air mataku mengalir deras.
Mataku menatapmu,  namun hanya sepersekian detik saja Tuhan menjemputmu kembali.  Sepasang bola mataku kembali tak berhak menatapmu. 
Kini hanya berteman angin, air mataku mengalir menyusuri pipi. Bayangmu terbang bersama hembusan angin. 
Angin membawamu pergi
Tanpa pamit aku hanya menggenggam bayang
Sungai menjarah di pipiku
Hingga angin tak mampu mengeringkannya
"Biarkan ombak menjadi saksi
Atas malam Bulan sabit yang menghitam
Takdir atas perpisahan dimulai
Bersama dengan lembaran baru yang semakin bersih
Sepasang kekasih tak pernah pantas menyatu
Walau hanya sebatas menatap
Bila bukan atas takdir tuhan
Maka biarkan ia terpisah jauh"
Metro,  01 November 2016

Ruang Harap

"Pada ruang yang kuberi nama harap
Disini aku mencari jati diri
Bersama rekan yang tanpa nama
Aku pernah duduk disana
Kembali membuka aturan hidup
Mengingat aksaranya yang lembut terarah. 
Rangkaian katanya Indah tak terelakkan. 
Aku bahagia karena aku pernah hadir disini untuk kembali membukanya.  Sebuah kitab aturan hidup.
Pada sebuah ruang yang kuberi nama harap
Aku ingat dia terletak disuatu tempat
Memang bukan tempat Indah yang istimewa
Hanya sebuah tempat yang sederhana
Namun cahaya terpancar dari dalamnya
Wanginya semerbak dari kejauhan"
Banyak orang yang mengatakan bahwa tempat ini adalah penjara ilmu
Iya,  benar ini adalah penjara ilmu yang Indah. 
Sebagian temanku terkadang juga sulit beradaptasi disini.  Jauh dari orang tua adalah pilihan.  Pilihan untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik.  Bukan malah menjadi lebih kejam dan jahat. 
Banyak orang tua menginginkan anaknya belajar ilmu agama disini. 
Ada juga orang tua yang sudah lelah mendidik anaknya yang nakal.  Maka jadilah tempat ini lahan yang tepat untuk memenjarakan anaknya sendiri. 
Disinilah aku duduk.  Menghafal ayat suci alquran. 
Disinilah aku duduk membaca surat dari-NYA . Bukan hanya aku,  tapi mereka semua yang tinggal. 
Dan ada tempat spesial bagiku.  Tempat dimna aku bebas berekspresi.  Menghafal,  belajar,  merenung,  menulis,  membaca hingga terkadang tidur,
Tempat itu tempat yang Indah.  Bintang terlihat disana.  Semilirnya angin pun membuatku lebih segar. 
Kuberi nama ia "harap"
Karena disana aku punya banyak harapan. 
Sebuah lorong asrama yang menjadi saksi kerinduanku pada orang tua.  Juga menjadi teman baik tanpa nama
Lantai warna merah yang Indah.  Hanya ada satu lampu disana. Ada banyak bunga kenanga disana.  Didepan terlihat hamparan luas rerumputan.  Taman yang Indah.
Disinilah aku duduk.  Di teras depan,  asrama sma alkautsar. 
Bukan tempat yang ramai
Bukan tempat yang penuh dengan permainan.  Tapi asrama ini adalah tempat terindah dalam hidupku. 
Terimakasih Pada-Mu telah memberikan ku kesempatan untuk membuka dan membaca kembali surat Cinta dari -MU

Bandarlampung,  04 November 2016

Rabu, 02 November 2016

Aku pamit

Aku pamit
Barang hanya sebentar aku mengatup

Aku pamit
Biarkan angin menyapu kebencian

Aku pamit
Biarkan dandelion berterbangan
Menyimpan jiwa yang rapuh

Aku pamit
Jika tak ada lagi ruang
Tempat aku bergurau bersama

Aku pamit
Tanpa harus ada kata yang terucap

Aku pamit
Jadikan diamku sebagai kenangan

Aku pamit
Kakiku melangkah tanpa ragu

Aku pamit
Kini batinku tersiksa 

Terhunus pedang tak lebih menyakitkan
Dibandingkan penolakanmu