Laman

Senin, 31 Oktober 2016

Ada yang tak berhak kau ....

Ada yang tak pernah berhak kau rindui
Ketika takdir berkata berhenti
Saat Mentari mulai tersenyum menyapa
Hatimu tetap dilanda nestapa
Ada yang tak berhak kau salahkan
Sebuah takdir yang telah tercipta untukmu
Hanya pantas untuk kau terima
Setiap kesesakanmu tak begitu berarti
Dibandingkan dengan dia
Yang begitu rupawan menyimpan kepedihan
Ada yang tak berhak kau marahi
Dari diri seorang yang gagal
Karena dia pernah ada dijalan perjuangan
Ada yang tak berhak kau musnahkan
Dialah sekelumit kenangan yang menjadi bayang
Namun tetap memberi pelajaran
Ada yang tak berhak kau cintai
Dialah seseorang yang belum pasti tercipta untukmu
Ada yang tak berhak kau cemburui
Yaitu Dia sang pemilik segalanya
Ada yang tak berhak kau lupakan
Yaitu tentang sekelumit harapan
Yang kini hilang diterpa badai
Namun hatimu kelak akan bertakdir padanya
Ada yang tak berhak kau salahkan
Pada setiap angin yang berhembus
Yang lupa akan menyampaikan salammu padanya
Ada yang tak berhak kau padamkan
Yaitu kobaran api Cinta yang harus kau ciptakan untuk-nya , untuk nya,  juga untuknya, 
Dan untukmu dikemudian hari ^^
bandarlampung,  31 oktober 2016

PERTEMUAN



Sudah dua tahun aku mengharap pertemuan dengan mu, seorang lelaki yang entah ada dimana. Sejak semalam mataku hidup, pikiranku dipenuhi dengan kemungkinan yang akan terjadi. Sebuah pertemuan yang diharapkan, mungkin juga pertemuan yang dipaksakan. Tapi tetap saja ini adalah kebetulan yang telah Tuhan berikan. Bangunku lebih pagi dari biasanya, meskipun tidurku juga tak secepat biasanya.
“apakah ini rencana Tuhan, atau ini hanya rencana yang kupaksakan” Langkahku terhenti, aku terdiam menyaksikan kemeja merah, jilbab merah juga bawahan hitam. Otakku terus saja bergejolak meminta pembatalan, namun hati tetaplah hati, dia tetap ingin melakukan pertemuan itu. hingga akhirnya aku tubuhku sudah tertutup rapi oleh kemeja merah juga rok hitam. Rambutku masih saja berantakan, belum kusisiri. Ah kenapa aku jadi kerepotan mengurus semua ini. ini hanya pertemuan biasa, bukan pertemuan dua keluarga.
Akhirnya pukul 08.00 WIB, jilbab merah telah menghiasi kepalaku, bibirku merekah warna merah atas hadirnya gincu, tanganku dengan lihai menyolek wajahku, mulai dari mata, alis, hingga bibir. Mataku tertuju pada objek penting didalam kaca.
“apakah aku sudah berlebihan?” kutanyakan semua tanya yang menggantung dilangit-langit otakku. Aku kembali ragu dan menghapus semua riasan di wajahku.
Kembali kulihat wajahk yang sesungguhnya tanpa balutan make up.
beeep … beeep” ponselku berdering tanda pesan singkat masuk. Aku mengambilnya dan membukan pesan itu, hatiku bergejolak. Kakiku seperti ingin melakukan akrobat lompat tinggi diatas kasur, mukaku memerah seperti kepiting rebus. Sedang tanganku tak henti mengirimkan balasan. Ketik, hapus, ketik, hapus, ketik, hapus. Menemukan kalimat terbaik untuk membalasnya.
“Baiklah, kutunggu didepan gang masuk asrama ya, hati-hati dijalan” hanya kalimat itu yang akhirnya kukirim.
Sepatu tubuhku benar-benar dihiasi oleh nuansa merah, dari mulai kepala, ingga bagian kaki.
Kakiku mulai melangkah pergi meninggalkan asrama, demi sebuah pertemuan yang mungkin bukan suatu takdir Tuhan.
Kini aku menyandarkan tubuhku ke pagar rumah orang, menungguimu dipinggiran jalan. Padahal sebelumnya kamu sudah memintaku untuk menunggu di asrama saja.
Naun keinginanku kini tak bisa ditebas, di tumbuh sangat cepat. Maka jadilah aku sekarang menungguimu dipinggiran jalan. Otakku memutar kenangan tentang kamu. Mataku memandang hilir mudik mobil juga motor yang lalu-lalang dihadapanku. Hingga ada sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan sedang, entah mengapa mataku sangat detail, aku melihat kearah lelaki yang mengendarai mobil itu, kurasa itu kamu, namun kakimu tak bisa menghentikan mobil, kamu malah menancapkan gas, hingga mobilu melaju begitu saja. Mungkin matamu yang mulai rabun, atau matamu yang sedang fokus mengendarai? Hingga kamu tak tahu bahwa aku ada dipinggiran jalan itu.
Aku membuka tas, kembali kulihat kamu melakukan panggilan untukku.
“Kamu dimana?”
“Aku didekat atm, tadi sudah lihat mobilmu, tapi kamu yang ngga lihat. Putar balik aja. Aku nunggu dipinggir jalan” Antara bahagia juga sedih, sebenarnya apakah aku melanggar takdir Tuhan jika aku meminta pertemuan ini lebih cepat. Aku belum pernah bertemu dengannya, namun hatiku kerap memilih dia hadir. Hingga membuat otakku menyerang dengan serangan pertemuan. Seperti ada demo di kepalaku. Meminta sebuah pertemuan yang egois.
Kulihat mobil hitam itu terparkir sempurna dihadapanku, jendela pintu kanannya mulai terbuka perlahan. Kulihat tawa sumringahmu dengan lengkung sabit yang membingkai sepasang bibirmu, kemabali kubalas dengan hal serupa. Namun tubuhku mulai gemetar. Menatapmu.
“Ayo masuk mobil, jangan buat kemacetan di kota orang” Kau buka pintu mobilmu. Lamunanku kembali pecah oleh suaramu, kulangkahkan kaki ku, dan langsung menaiki mobil. Aku tak pernah membayangkan pertemuan pertamaku akan semanis ini. kini sepasang bola mataku hanya tertuju padamu.
“Mau kemana kita?” lagi-lagi suaramu membuat otakku berhennti bekerja.
“Terserah saja, aku ikut” matau kembali melihat jalanan yang sepi di depan.  Aku mecubit pipiku sendiri, memastikan bahwa ini bukanlah mimpi.
Sampai akhirnya, matamu melihat disebelah kanan jalan ada sebuah taman indah disana. Mobilmu merapat ke area parkir taman. Aku benar-benar terkesima olehmu, bahwa ini mungkin adalah pertemuan yang memang sudah takdirku juga takdirmu.
Berjalan memutari taman ini, mungkin adalah pilihan yang bijak bagi pertemuan yang sebentar. “Jam tiga nanti, aku harus sudah ada di bandara loh ya. jadi jam 11 kita pulang” seperti sepasang kekasih kini kau malah menarik hidungku. Kalau saja kau tarik, maa hidungku tetap saja akan pesek.
Aku menikmatinya, menikmati terik matahari, menikmati duduk di taman kota bersamamu. Aku juga menikmatinya. Berbicara denganmu.
Waktu selalu berlari dalam kebahagiaan yang tercipta. Kutarik tanganmu kulihat jam tangan itu menunjukkan pukul 11.30 WIB. Hatiku kembali nanar, mataku mulai berkaca-kaca pertemuan ini hanya sebentar saja, bisakah aku dan kamukembali hadir di pertemuan kedua.
Kamu harus kembali ketempat kerjamu, jauh disebrang indonesia bagian timur. Kembali hatiku harus menerima bahwa kamu belum ditakdirkan untuk bertemu lama denganku. Bahwa sepasang bola mata kita belum punya takdir untuk saling menatap kembali. Kucoret daftar impianku. Karena bertemu denganmu adalah juga impianku.
“Terimkasih atas sepasang bola matamu, yang kini memberikanku kepastian untuk menetap” kutuliskan kata dalam draft buku impianku.

Bandarlampung, Jumat 28 Oktober 2016

Buku Paling Berkesan





Bukan sejak kecil aku suka menulis.
Juga bukan sejak kecil aku suka membaca
Namun seiring pertumbuhanku, aku menadi begitu yakin dengan membaca buku, maka akan membuat wawasanku berkembang
Dengan membaca buku, aku juga tak perlu repot mengeluarkan banyak uang untuk berkeliling dunia pun Indonesia.
Buku pelajaran yang paling bereksan adalah buku IPA
Saat itu aku sangat suka ketika pembelajaran tentang fotosintesis
Satu hal yang aku tangkap saat itu, ternyata tumbuhan juga bernafas, padalah saat terlihat dengan mata telanjang tak ada gerakan yang membuatnya terlihat bernapas
Buku bacaan yang paling berkesan saat saya membacanya adalah “Rembulan Tenggelam diwajahmu” karya Tere liye. Entah kenapa saat membaca novel itu, saya sendiri tergugah hatinya untuk bisa menjadi penulis. Deskripsi buku itu sangat luar biasa, bahasanya juga mudah di mengerti. Deskripsi tempat, tokoh. Alurnya juga.
Sampai saat itu saya berpikir mungkinkah saya bisa mendeskripsikan suatu tepat, tokoh dan keadaan sedemikian detailnya?
Nasihat yang diberikn pun tidak menggurui.
Itu adalah buku paling berkesan yang pernah saya baca. Ada juga buku yang paling berkesan, kesannya bukan karena gaya tulisannya atau apapun itu, tapi karena seseorang yang merekomendasikan buku itu.
Buku Ephemera karya Azaleav dan Cinta Tak Pernah Tepat Waktu karya Puthut E.A.
Gaya tulisan kak azaleave(Ahimsa) mirip dengan gaya tulisan bang Tere. Itulah mungkin benar bahwa setiap penulis lahir dari pembaca yang hebat. Jika ingin menjadi penulis, maka bacalah semua buku, jangan lewatkan satupun, dan jangan lupa untuk memahami buku yang dibaca.
Mungkin itu saja buku yang sampai saat ini berkesan dalam hidupku, mungkin akan ada buku hebat lain yang nantinya akan menggeser peringkat kesan buku dalam kehidupanku.

Terimakasih.
#ODOP
#tantangan minggu ke 4
#Buku
#Berkesan
Bandarlampung, 27 Oktober

Pertemuan Atas Ego-mu



~Aaraa~

Jika langit kala itu tak berpihak
Akan kubuat dia gelap
Menangis karena air mataku
Namun
Kamu, tetaplah kamu yang penuh dengan egomu
Meminta sebuah pertemuan yang seharusnya tak pernah terjadi
Ada harga sebuah pertemuan, jika kamu kembali memintanya
Cukup dengan langit menjadi saksi
Bahwa hatimu pernah membuka pintu
Dan menerimanya masuk
Cukup dengan tarian daun-daun menjadi pengiring
Saat sepasang bola mata itu kembali menemukan keteduhannya
Cukup dengan angin menjadi kurir
Atas cipta kerinduanmu padanya
Karena pertemuan tetap menunggu untuk kembali hadir diantara kalian

Bandarlampung, Rabu 26 oktober

Kamis, 27 Oktober 2016

jika aku luka maka aku akan membusuk
membusuk dalam bayanganmu

Selasa, 25 Oktober 2016

Titip Rindu pada Bulan

Jika pada Bulan berani kau titipkan rindu
Mengapa tidak kau berikan keberanian untuk berkata
Bukan kata yang tertulis indah
Namun,
Kata yang terlantun tegas
Biarkan Kerongkonganmu sesak
Sedang tubuhmu gemetar
Menunggu pita suaramu bekerja memutar rekaman
Hingga akhirnya matamu terpejam
Napasmu tersengal
Tapi hatimu tetap yakin
Mata-mata semakin bulat
Telinganya terbuka lebar
Menanti harap-harap cemas
Sedang keringatmu mulai bercucuran
Degup irama jantungmu terdengar
Menyatukan frekuensi selaras dengannya
Seorang wanita di sampingmu
Hingga semua bibir mengucap "sah"
Maka biarkan langit menjadi saksi
Bahwa cintamu tak hanya kata yang tertulis
Tapi ia keluar tegas dari segala usaha kerasmu
Cintamu terbukti
Bukan hanya Cinta dengan kata yang tak pernah terucap
Gemuruhnya menggelegar,  membuat kitab langit menutup takdirnya
Diantara saksi alam semesta
Ia tercipta
Sedang rindu yang kau titipkan
Bulan akan datang meruntuhkannya
Padanya seorang bidadarimu

Puisi 2

Jika hanya ada satu
Tak akan ia terlihat
Jika tak ada pola
Tak akan ia bermakna
Bukan rangkaiannya yang indah
Tapi maknanya

Minggu, 23 Oktober 2016

Check our niat

Hari ini juga semangat saya seperti tercharge ulang. 
Dulu saya pernah bermimpi ingin menulis setiap hari. 
Sampai sampai saya sok ide gitu
Mencari komunitas yang siap mengajak saya untuk menulis setiap hari. 
Sebelum kenal odop.  Saya sudah pernah punya missi untuk one day one post ala saya sendiri.  Yang awalnya saya buat one day one week.  Hingga akhirnya entah ada kesibukan apa. 
Jadi semuanya musnah begitu saja. 
Saya rasa kemusnahan itu akibat dari kesendirian saya. 
Makanya saya mencari cara,  bagaimana mendapatkan komunitas yang bisa mengajak dan bimbing saya untuk terus berkarya. 
Bertemu odop adalah hadiah terindah yang pernah Allah berikan. 
Sekali lagi saya suka berada dalam komunitas ini. 
Semangat sekali saat pertama kali masuk odop. 
Semangatnya membara. 
Bahkan saya sempat sudah membuat 8 cerpen dan beberapa sajak sebelum tantangan 1 oktober di mulai..
Awalnya saya punya tekad untuk memposting tulisan setiap hari.  Tapi ternyata saya terlena dengan libur di hari sabtu dan minggu yang odop berikan.  Hingga saya melupakan missi untuk benar-benar-benar berodop. 
Hari ini,  entah perasaan saya yang sedang terlalu peka.  Atau memang benar nyatanya begitu.  Saya baru sadar kalau ternyata banyak yang sudah berguguran di odop. 
Para odoper sudah mulai runtuh. 
Sedih melihat hal mengerikan itu. 
Pinginnya mengulurkan tangan menarik kembali mereka yang sudah gugur.  Tapi mereka semua pasti sudah punya alasan yang benar-benar kritis. 
Jujur saya bukan hanya ada dalam komunitas odop. Tapi kebetulan saya juga ikut ruang kolaborasi. 
Dan sedih nya juga.  Tiba-tiba emak di ruang kolaborasi jiga mempertanyakan kembali komitmen kami di ruang kolaborasi (sebut saja RK) .
Kalau di RK kami selalu wajib mengikuti diskusi.  Bahkan ada presensinya juga.  Dari 44 anggota,  setiap diskusi yang membaca hanya 12 orang.  Entah yang lain kemana. Sedangkan yang presensi ada 28 orang.  Hari ini semua seperti menegur....
Di RK lebih keras lagi didikannya.  Tantangannya pun lebih sulit.  Karena ini ruang kolaborasi , maka kami dituntut untuk berkolaborasi dengan orang yang mungkin belum kita kenal sebelumnya. 
Dari awal menetukan tema hingga proses pembuatan karya, sampai pada tingkat revisi.  Pasti sangat sulit. 
Bagi saya itu sulit.  Tapi mingkin ada yang berkata itu mudah. 
Back to my mission
Minggu lalu,  jujur saja.  Saya sudah hampir melangkah keluar dari pintu odop dengan alasan saya mungkin memang tidak mampu. 
Tapi setelah saya kembali membuka beberapa web teman-teman odop dan juga ada seseorang yang saya janjikan tulisan saya.  Maka demi itu mungkin saya masih bertahan.  Namun kemudian semangat itu melemah kembali.  Ternyata ada yang membuatnya kembali bangkit.   Yaitu niat awal saya.  Juga komitmen awal saya mengetuk pintu odop. 
Pun begitu dengan RK . Pernah terlintas dipikiran saya untuk melangkah mundur.  Terlebih saat masa dimna penyatuan cerpen.  Dengan alur yang tidak sesuai , rasanya saya ingin marah dan memilih pergi.  Tapi tunggu . Hati saya kembali mengingatkan niat awal saya masuk RK.  Bahwa saya BELAJAR.  Maka demi iti saya jiga mengurungkan niat saya untuk pamit. 
Sampai saya kepikiran buat sajak antara kembali dan pergi (bisa check di postingan sebelumnya)  
Untuk teman-teman odop juga teman-teman ruang kolaborasi.  Coba check kembali niat awal kalian.  Komitmen kalian saat mengetuk pintu ini.  Harapan apa yang pernah kalian tanam di halaman belakang rumah komunitas ini.  Maka jangan biarkan ia mati.  Tapi tetap sirami dan rawat tanaman itu.  Ayoo bangkitkan lagi semangat kita.. 
Semangat menulis.  Semoga tetap istiqomah...  
Muda berkarya
Muda bangkit
Muda kreatif
Mauda inspiratif
Metro,  24 oktober 2016

Antara Kembali dan Pergi



Diantar kembali dan pergi kakiku pernah melangkah dalam kebimbangan
antara kembali dan pergi aku memilih menetap
Meskipun sulit menyepadankan tubuh yang terombang-ambing angin kencang
Lagi-lagi kakiku tegap tak bergerak.
Mataku sempat menoleh kiri dan kanan
Mereka berjatuhan
Tidak semua
Di beberapa selisih baris aku juga melihat dia yang terdepan
pun juga ada yang sedang menyusul dibelakang.
Antara pergi dan kembali
Aku mengingat ada tujuan diantara jalan pergi
Dan ada penyesalan diantara jalan kembali
Angin memang selalu kencang diantara jalan pergi
Tapi kegigihan juga keberanianlah yang akan menjadikan kita kuat dan tetap selaras untuk sampai.
Antara pergi dan kembali
Aku pernah tertampar angin kencang
Hingga tubuhku terlempar
Namun tanganku masih mengikat
Antara pergi dan kembali
Aku menemukan banyak kisah untuk pergi
Aku menemukan luka untuk kembali
Maka sampailah pada sekarang Hatiku memilih
Antara pergi dan kembali
Aku memilih pergi
Pergi ke tempat tujuan
Bukan kembali dengan tangan kosong

Metro, 23 Oktober 2016