Ini hanya
sebuah kisah tentang apa ang telah lalu terjadi, bagaimana aku menghabiskan
waktuku dalam meunggu sebuah hasil, yang nyatanya harus hadir di waktu yang
tepat. Tanpa menyalahkan siapapun dan apapun, aku percaya bahwa semua ini
adalah bagian dari rencana Allah. Aku sebagai atis yang terpilih memainkan
peran hanya harus berusaha menampilkan yang terbaik.
PULANG
KAMPUS TAK BAWA APAPUN
Hanya kisah
tentang seorang ayah yang menari diatas kepalaku.
Setelah berjam-jam,
aku menunggu seseorang. Aku ingin menyebutnya AYAH.
Matanya yang
redup, lelah setelah bertarung melawan debu.
Warna jaketnya
pudar setelah tersiram teriknya matahari berkali-kali.
Tangannya penuh
debu
Bertaruh nyawa
bersama jalanan
Mencari nafkah
untuk si kecil dan juga permaisyuri
Betapa hidupnya
penuh dengan perjuangan
Bukan, dia
bukan ayahku….
Dia adalah
ayah dari seorang bidadari kecilnya,
Seorang ayah
bagi bidadari kecilnya dan seorang pendidik bagiku
Aku tahu,
Bahkan terkadang
di lorong gedung ini
Kusaksikan langkahnya…
Yang selalu
dihantui keburu-buruan
Aku yang
sekarang seolah merasa paling berhak atas dirinya
Hatiku merunta,
Menuntut sebuah
keadilan
Tidakkah aku
mengerti semua itu,
Penantianku
dihadapannya
Mungkin hanya
menyulitkan hidupnya,
Pikirannya,
Atau pandangannya…
Rasa bersalah
itu pasti ada dalam pikirannya
Tapi….
Seperti yang
kulihat
Bahwa aku
bukanlah prioritas
Sehingga aku
harus mundur tanpa batas dan bekas
Melangkah mundur
bukan berarti aku kalah
Tapi,
setelah usaha dan perjuangan
Melangkah mundur
adalah sebuah pemahaman,
Pemahaman atas
dirinya yang memiiki kesibukan
Pemahaman atas
bidadari kecil yang siaga menunggu celotehnya di rumah,
Pemahaman atas
diriku
Yang bukan
menjadi prioritas.
Maka, aku
mengerti
Bahwa
Pulang dari
kampus tak membawa hasil apapun adalah sebuah penerimaan dan pemahaman yang
harusnya lebih kau pahami.
(November, Di
lorong gedung tempat kami para mahasiswa tingkat akhir menunggu dan berjuang)