Laman

Minggu, 11 Juni 2017

Izinkan Ibu Menikah, Nak

"Izinkan ibu menikah,  Nak". Wanita tua itu menunduk demi mendengar jawaban anaknya.  Baru saja satu tahun lalu suaminya meninggal,  tapi sudah ada yang mencuri hatinya. 

"Apa alasan Ibu menikah?" Reha sebagai anak tertua mencoba mengintrogasi.

"Agar tak bermunculan fitnah dalam keluarga kita". 

Fitnah dari keluarga memang terasa lebih pahit,  terlebih fitnah itu dilontarkan pada adik kandungnya.  Bahkan sakitnya kehilangan kekasih tak sesakit fitnah dari keluarga kandung.  Mereka yang mengatakan janda itu buruk adalah mereka yang iri.  Tidak semua janda buruk perangainya,  kadang mereka tak ada niatan untuk menggoda suami orang,  namun ternyata laki-laki lebih ganas saat menghadapi janda.

"Memang sudah ada calonnya" tanya Reha

"Ada,  tapi Ibu ragu apakah kalian mengizinkan atau tidak?" Ibu  menghapus air matanya

"Sepertinya aku kurang setuju deh,  Bu" Fera ikut bicara.  Sebagai anak tengah,  dia menjadi anak yang paling beda diantara kakak dan adiknya,  mulai dari sikap sampai karakternya.

"Lihat dulu deh calonnya seperti apa,  aku akan mengizinkan kalau dia bertanggung jawab dan mau menerima adik-adikku" Ujar Reha mantap.

"Pokoknya aku ngga mau ibu nikah lagi titik" Fera kesal,  dan tidak memberi ampunan jika ibunya menikah lagi.

Tak lama kemudian suara ketukan pintu menghampiri rumah Reha,  tanpa berpikir panjang,  si bungsu segera membukakan pintu.  Seorang laki-laki dengan baju koko dan peci putih sedang berdiri di pintu,  si bungsu segera mempersilakan tamu,  seperti sudah paham siapa yang bertamu. 

"Bu,  om Arif yang datang" Si bungsu berteriak dari ruang tamu,  berlari menuju ruang keluarga.

Reha,  Fera dan Soni si bungsu juga ibunya bergegas menghampiri ruang tamu.  Keadaan menjadi hening seketika,  tapi om Arif seperti mudah mencairkan suasana.  Soni yang sedari tadi duduk di pangkuannya dengan manja, membuat hati Reha luluh seketika. Tapi bagi Fera itu bukan berarti apapun, karena sudah paham karakter manja adiknya. 

Tujuan om Arif malam ini tentu hanya silaturrahmi,  sambil pendekatan dengan pemilik rumah.  Proses ini berlangsung hanya dua hari,  karena Fera memberontak dan marah pada Ibunya,  hingga tak mau sekolah.

Tapi,  bukankah Tuhan pemilik segala skenario terbaik?  Bahkan tuhan juga selalu mengikat jodoh para hambanya agar tak pernah tertukar.

Pagi itu,  dingin menelisik di hari minggu.  Libur keluarga tentunya,  Fera baru mulai keluar kamar dua hari yang lalu. Demi melihat adiknya yang sudah stabil mulut Reha gatal jika tidak menyuruh-nyuruh Fera.

"Fer,  tolong belikan daging di pasar ya,  Dik"
Reha berteriak,  yang dipanggil bergegas datang menemui dan melaksanakan tugas dengan segera. 

"Kak,  memang di pasar itu bisa beli apa saja ya kak" tanya Soni.

"Iya,  dong bisa beli apa saja karena di pasar itu banyak yang jualan"

"Kak,  kalau Soni minta dibelikan Papa bisa?"
Mendengar percakapan itu hati Reha bagai teriris.

Tiba-tiba suara buku berjatuhan, setelah dilihat ternyata buku di ruang tengah di dekat dapur sudah berhamburan kemudian terdengar seseorang berlari langsung menge-gas motor.  Tentu itu Fera,  bukan orang lain.  Mungkin dia mendengar apa yang Soni minta.

Hari berjalan damai,  ada satu yang berbeda.  Sikap Fera pada ibu,  juga pertanyaannya pada ibu tentang om Arif.

"Bu,  om Arif benar serius sama Ibu? " tanyanya. 

"Ndak tahu Dik,  sepertinya serius,  ada apa? " Ibu menjawab dengan tenang.

"Kalau om Arif serius, suruh om Arif datang ke rumah melamar ibu,  Aku sudah mengizinkan Ibu menikah"

Metro,  11Juni2017

2 komentar: