Laman

Kamis, 05 Januari 2017

Masih Menunggunya 7



Matahari pagi ini tak juga muncul, namun awan pagi ini tetap putih rata. Diseluruh ujung mata memandang awan yang terlihat tetaplah putih. Mungkin akan turun hujan pagi ini. Pagi ini aku harus belanja ke pasar, membeli sayuran dan makanan-makanan ringan. Jalan kaki bersama tetangga kamar ke pasar itu juga hal yang mengasyikkan, untuk mengisi kekosongan, kami sengaja tidak membawa payung walaupun tahu akan segera turun hujan.”dira” itulah nama tetangga kamarku, kami sama-sama menyukai hujan, itulah alasannya mengapa kami sengaja tidak membawa payung, alas an yang sangat sederhana, kami ingin bermain hujan-hujanan sama seperti dulu waktu kecil. Jarak antara pasar dengan kos-kosan tempatku tinggal sekitar 0,5km. Lumayan jauh tapi dihitung saja sebagai pengganti pelajaran olah raga minggu ini. Karena guru olah raganya tidak hadir. Setelah hamper 20 menit berjalan kaki, akhirnya sampai juga kami di pasar. Tanpa menunggu lama kami langsung belanja keperluan yang kami butuhkan. Setelah 30 menit kami mencari sayuran kami memutuskan untuk melihat-lihat sepatu di took sepatu.

Aku mencari-cari sepatu, yang mungkin bisa digunakan untuk jalan-jalan ketika ada agenda. Aku mengambil sepatu ballet warna putih dengan lis biru dan pita biru.
“dira, menurut kamu ini bagus tidak, untuk ku ?” aku menarik tangan dira untuk menunjukkan sepatu pilihanku
“bagus kok ra, cocok untuk kamu” dira mnyelidiki sepatu itu dengan memeriksa dalam-dalam sepatunya.
“bang, yang ini berapa harganya ?” tanpa berpikir panjang dira langsung bertanya pada pedagang took tersebut untuk menyanyakan harganya
“ itu murah kok dek hanya 50.000 saja” penjual sepatu itu berusaha meyakinkan dira
“aahh abang ini, masa sepatu seperti ini 50.000 bang ?, tidak bias kurang lagi bang harganya?” dira mulai mengeluarkan jurus jitunya yaitu tawar menawar dengan pedagang.
“ bias dek”
“ beapa harga pasnya bang ?”
“kuarangin 5.000 dek, jadi 45.000, gimana ?”
“lah bang harga pasnya masa 45.000? masih mahal pula itu bang”
“25.000 deh bang, saya ambil” tegas dira kepada pedagang sepatu itu
“waah dek belum dapet loh kalau 25.000, ya sudah tambah 10000 saja dek, bagaimana? Pedaganag itu tetap tidak mau untung sedikit
“tidak lah bang, tidak jadi kalau begitu” dira langsung menarik tanganku, untuk meninggalkan toko tersebut. Tidak lama kemudian, dengan cepat pedagang sepatu tersebut menawarkan kami “ baiklah dek sini ambil saja sepatu ini 25000”
Tanpa berpikir panajang kami pun langsung kembali ke toko sepatu.
“No. Sepatu yang dipakai berapa ?” pedagang tersebut bertanya untuk mengambilkan ukuran sepatu yang pas,
“40 bang, ada tidak “ dengancepat dira menjawab
Aku bingung, aku tahu ukuran sepatunya dira kan 37 tapi kenapa dia ambil ukuran 40,
“dira bukannya, ukuran sepatu kamu itu 37?” aku mencoba bertanya
“ iya karena itu sepatu bukan untuk ku ara “ diramenjawabnya denganm senyum lebar dan menatapku .
“oooh begitu “ jawabku singkat.
Setelah ukuran sepatu 40 ditemukan oleh pedagang, dengan cepat dira membayarnya dengan uang pas, agar kami tidak menunggu pedagang itu mengambilkan kembaliannya.

“nih ra, sepatu ini untuk kamu, yahh sebagai hadiah ulang tahun mu kemari ra” dira menyodorkan kantung plastic yang ada ditangan kanannya.
“untuk ku ra ??, terimakasih ya ra” aku menjulurkan tangan untuk menerima hadiah dari dira.
Itulah dira, teman dan tetangga kamar yang baik, selalu membantu ketika aku sedang dalam kesuliatan. Walaupun kami tidak satu sekolah, tapi kami sangat akrab.
“kamu lapar tidak ra ?” dira memegang perutnya yang mungkin sudah mulai protes karena telat makan
“ iya dir, lapar. Kita cari makan saja yuk” ajakku, dengan menggandeng tangan dira, dan mulai mencari makanan.
“ra, kita makan mie ayam ditempat itu saja yuk” dira berhenti dan menunjuk kea rah penjuak mie ayam di ujung pasar. Dan aku mengingatnya dengan jelas, ini adalah mie ayam favoritku dengan Ella. Setiap 2 minggu sekali kami pasti mengunjungi penjual mie ayam ini, untuk menikmati lezatnya mie ayam yang dijualnya.
“baikalah ayooo kita makan disana” tanpa berpikir panjang aku langsung menarik lengan dira.
“mie ayam dua bu dimakan disini” aku memesan mie ayam pada pedagangnya. Dan langsung menyusul duduk disebelah dira.
Sambil menunggu mie ayam, kami asyik berbincang, apapun itu, bahakan hal yang tidak penting pun kami jadikan bahan perbincangan, seperti ada teman yang kentut di kelas, atau ada teman yang kena marah karena tidak mengerjakan tugas.

“bu mie ayam 12, dibungkus ya “ seorang pembeli dating untuk memesan, dan aku secara spontan langsung menengok kea rah pembeli tersebut, wajar saja aku kaget, bagaimana tidak, pembeli tersebut memesan sebanyak itu , alangkah banyaksekali.
Haaa- aku kaget bukan hanya karena pesanannnya yang seabreg tapi karena melihat pembelinya. Pembelinya adalah Ella, teman dekatku dulu. Dan dengan cepat aku menyapa nya
“Ella”
“araaa?? Bagaimana kabarmu ?” ella terkejut melihatku, dan langsung mendekatiku

Tetes demi tetes air hujan jatuh, dan lama-lama hujan turun deras,hujan sepertinya menyetujui pertemuanku dengan ella di kedai mie ayam ini.
Kali ini pepatah benar, ketika massanya bertemu, seperti apapun keadaannya pastilah akan bertemu. Dan inilah yang terjadi, aku bertemu dengan ella setelah sekian lama tidak pernah bersua.
Aku memperkenalkan dira kepada Ella
“la, kenalkan ini dira, teman ku”
“tema satu sekolah?” ella menyelidik ingin tahu
“ bukan ra, tapi teman tetangga kamar, dan dira inilah yang selama ini membantu ku ketika sedang dalam maslah , tapi la, dira ini sedikit mirip dengan mu sikapnya” aku menjelaskan dengan detail seperti apa dira.
“ooh begitu, salam kenal kak dira” ella menuntun tangannya untuk bersalaman.
“iya la, ara sering sekali bercerita tentangmu, dan sering menjadikanmu contoh inspirasi untuk teman-temannya, kau hebat sekali la” ujar dira dengan wajah antusias menjelaskan sikapku terhadap kenangan bersama ella.
“lagian la.....kenapa kamu membeli mie ayam sebanyak itu.....mmmmmm....Banyak yang pesan ya di asrama” aku bertanya dengan mengunyah makanan didalam mulutku.
“telan dulu itu mie mu ra, baru bertanaya” ella memarahiku.
“iya, mereka semua suka dengan mie ayam ini, aku sering membeli mie ayam disini sekarang, setelah 2 bulan aku tidakpernah beli, karena tidaka ada teman yang mau ku ajakmembeli mie ayam disini, tapi setelah mereka tahu satu per satu rasa mie ayamnya akhirnya mereka ketagihan, dan itu membuatku jadi tukang antar pesanan mie bagi mereka.” Ella menjelaskan panjang lebar.
Setelah lam bercerita, menceritakan hal-hal baru di asrama dan disekolah, akhirnya hujan berhenti, dan hanya menyisakan air yang menggenangi tanah. Berhentinya hujan itu tandanya pertemuanku dengan ella harus cukup sampai disini, dan disambung dilain waktu.
“ara besokkamu libur kan ?” ella berdiri daritempat duduknya dan menatapku.
“iya lah la, besok kan tanggal merah, jadi pasti libur” jawabku santai dengan mengusap ingus yang keluar karena tidak tahan denganpedas nya sambal mie ayamku ini.
“besok bias kita ketemu?, jarak antara kostan mu denga sekolah, bukankah tidak terlalu jauh?, ayolah kita marathon dansambil bercerita banyak hal” ella membujukku
“baiklah, jam 6.00 aku akan keluar untuk marathon ke sekolah” aku dengan cepat menyetujuinya

Bersambung .....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar