Aku pernah punya harapan, tapi seketika semua itu
musnah dan hilang. Aku masih duduk di
atas motorku, hingga lampu natrium itu menyilaukan mataku, ku tatap kedepan
mobil putihmu melaju cepat. Aku melihat tatapan itu, sepasang bola mata kita
saling bertatapan. Entahlah, kamu
melihatku atau hanya aku yang melihatmu, tapi aku melihat bola mata senjamu
menatapku dibalik layar kaca itu. Sempurna,
kurasa kamu benar-benar mengenaliku, hingga akhirnya aku harus segera beranjak
dari tempat ini.
Aku tahu, bahwa hidup tak seharusnya saling
membenci. Bukan, lagi-lagi aku bukan
membencimu. Namun aku datang untuk
melihat kembali kenangan kita yang tanpa kata pisah kembali berbunga. Kebencian itu selalu ada, pernah dia hadir
sesekali menyapa dan menyadarkanku, namun hati ini yang tak rela jika harus
membencimu. Karena kebencian dan kasih sayang akan diatur oleh hati kita.
***
Mataku masih saja nakal, mencari dimana bola mata
senjamu, namun aku tak pernah menemukannya. Lagi.
Akhirnya kuputuskan untuk pergi menjauh dari tempat
ini, mungkin karena tempat ini terlalu memakan banyak kenangan.
“Ayo El, kita pulang” aku menarik tangannya membawanya
masuk kedalam mobilku. Saat ku banting
str ke arah kiri, aku melihat motormu. Dan benar itu adalah kamu, itu adalah
bola mata senjamu. Aku menatapmu. Aku kembali menatapmu. Itu kamu.
Aku memutuskan untuk kembali. Kubuka jendela
mobilku. Namun, ah kukira itu hanyalah
khayalanku. Aku kembali mengkhayal. Disana
hanya terlihat dedaunan saling bergoyang.
Aku benar-benar sudah gila, mengkhayalkanmu sepanjang
senja hingga malam.
Kamu kenapa Raj, dari tadi pikiranmu seperti mencari
sesuatu, apa kamu sedang ada masalah, sayang?” tangan Elya memegang pundakku,
senyumnya manis, tapi entahlah, aku tidak tertarik.
“Ah, tidak El, aku hanya sedang pusing. Kapan kamu
balik ke kampus ?, jumat besok bukannya kamu ada piket di rumah sakit ya?,
cepat selesaikan KOAS mu ya El” aku kembali tersenyum seperlunya
“iya sayang, akan segera kuselesaikan. Memang kenapa
kalau aku selesai KOAS, kamu mau langsung melamarku ya”
“ahahahah mau nya ?, memangnya kamu ngga mau segera
menikah. Sudah sana segera turun masuk
ke rumah. Aku ngga perlu mampir ya El, sudah malam, kepalaku juga sedang sakit”
aku pamit pulang mengulurkan tanganku untuk bersalaman dengannya.
***
Aku tahu bahwa hidup memang sulit untuk diterka, maka
jangan sekali-kali menerka. Bahwa hidup adalah tentang menjalankan skenario. Aku harus bangkit, aku harus pergi menjauh,
karena aku tak berhak ada di dekatnya dan mengurusi kehidupannya.
“Aku pamit Raj” kutuliskan kata itu entah sudah 15
kali, kutulis, lalu kembali kuhapus.
“Aku pamit Raj, maaf karena sempat hadir dan pergi
begitu saja dari hidupmu. Aku pamit Raj. Aku benar-benar pamit tak akan kembali,
dan akan kembali hanya jika kamu benar-benar datang ke rumahku. Aku pamit Raj, maaf
jika aku terlalu berharap banyak pada kebetulan-kebetulan itu. Maafkan aku Raj,
dan aku kembali harus menuliskan” Aku Pamit Raj” kusobek kertas itu dan kuselipkan dalam novel
yang telah usai kubaca.
Bersambung…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar