Ada satu tempat yang kusebut dia syurga. Sebuah taman dipinggir jalan yang pernah kita temukan.
Rangkaian bunga membentuk pola, seperti labirin, namun tak tinggi. Bunga mawar tumbuh merekah. Indah.
Hanya ada beberapa pohon besar di sana. Tidak begitu rindang, tapi sejuk. Banyak juga kursi membentuk pola lingkaran. Apa yang membuat sejuk adalah dekatnya taman ini dengan tempat beribadah.
Ada taman bermain yang siap menjadi rumah bagi anak-anak berbahagia. Membagi sedikit senyum dan tawa mereka lewat permainan. Lalu aku dan kamu, kita akan menikmatinya. Pemandangan yang indah.
Jika kita lihat ke atas mendongakkan kepala, pasti akan ada awan di sana. Namun taman ini sungguh indah untuk menyatukan perpaduan langit dan bumi. Bahagialah tentu milik kita yang menemukan taman ini sebagai surga persinggahan pertama kita.
Di sana aku mengukir sejarah, bahwa setiap mimpi akan menjadi nyata jika sang penguasa langit menghendakinya.
Taman indah yang pernah kita singgah.
Tanpa ragu kita melaju.
Meski hanya sebatas menit yang kau berikan.
Mencipta mimpi menjadi nyata.
Merengkuh angan berbatas jarak.
Meskipun bibirku mulai kelu, saat pertama kali bola mata coklat kita beradu. Lantas mataku tak henti menikmatimu.
Jarum jam yang terus melaju tak pernah suka melihat kebahagiaan.
Dia bahkan enggan menghentikan waktu meski hanya berbilang detik.
Sedang aku masih ingin berlama-lama bersamamu.
Ah, mungkin hanya aku.
Sedangkan kamu, hatimu ingin segera enyah dan pergi dariku. Terimakasih untuk hadiah yang berbilang keren. Karena waktumu adalah kado terindah. Senyummu sebagai bonusnya.
Lihatlah matamu,
Tak henti menyaksikan langit
Sesekali kau bertanya, hanya untuk memastikan aku tak jenuh.
Sejujurnya, aku tak pernah bosan sekalipun harus melihat wajahmu seharian.
Sekarang tanganmu asyik bermain ponsel. Tentu saja aku merasa kau dimarahi tunnaganmu. Menemuiku bukan menjadi impianmu. Namun, pertemuan kita adalah aku yang memimpikannya. Sekarang ponselmu berdering, lantas kau menjauh untuk sekedar menjawab panggilan tunanganmu.
"Bisa kita pulang sekarang?" Ujarmu sesaat setelah kau matikan panggilan itu.
"Oh, tentu" aku menjawab.
Aku tahu, kau sangat takut kehilangan tunanganmu, tapi lihatlah gadis disampingmu. Dia juga takut kehilanganmu.
Pertemuan kita hanya berbilang menit, lantas tunanganmu tak mau memberikan sedikit kebahagiaannya untukku.
Kembali. Aku dan kamu, harus kembali pada bentangan jarak yang tak terhingga.
Kembali. Aku harus kembali hanya mengikat sejarah dalam aksara.
Kembali. Kamu harus kembali pada apa yang sudah ditulis langit untukmu.
Iya, aku akan kembali menikmatimu meski hanya pada layar ponsel tanpa kedipan matamu.
Bandarlampung, 23 Mei 2017
kereeeeeeen
BalasHapusDalaam...
BalasHapus