Sore itu aku melihatmu bermain dengan alunan melodi padi. Terlihat bibirmu mencipta seringai yang indah bersama dengan padi yang menari, lalu saling menggisil satu sama lain. Melodi alam yang tak pernah kamu lupa. Sesekali kamu mengayunkan tangan, menyentuh padi dengan lembut, lantas menunduk untuk sekedar mencipta kegelian pada wajahmu. Lantas senja berakhir, dunia seakan padam. Langkah kakimu berjalan cepat menuju persinggahan penuh dengan qanun. Tak terdengar suara sedikitpun, karena endapan kakimu nyaris sempurna pelan. Bintang telah menggantung, mencipta keindahan dalam ruang tanpa atap. Kamu duduk menanti datangnya santapan, sambil membayangkan betapa indahnya dunia luar.
Keesokan pagi, bersama mentari, tanganmu menari memberi minum para kembang nan indah warnanya. Sesekali hidungmu nakal mendekat, lalu membuat matamu tertutup perlahan dan jantungmu sedetik tak berfungsi karena bangkis. Ada yang selalu mencipta rindu dalam lubang kecil di tembok raksasa itu. Matamu dengan penuh keyakinan, membuat bibirmu tersenyum tanpa syarat. Menyaksikan prajurit muda yang sedang berlatih. Membuatnya semakin bersemangat menunjukkan aksi heroiknya, sebagai prajurit yang dapat diandalkan.
.
.
.
Belum usai
.
.
.
Belum usai
Aku tidak pernah mencipta rindu meski hanya seujung jari.
Asikk...👌
BalasHapusKosakata baru nih, Mbak Araa ...
BalasHapusBangkis sama menggisil😁
Nice post Mbak Ara, kusuka😊
Kereeen kak :)
BalasHapusKeren
BalasHapus