Keramaian duka di rumah ini membuat hatiku terlihat
kokoh dihadapan lalu lalang manusia, tapi tidak pada kenyatannya, seperti teriknya
matahari siang bersama dengan jatuhnya bulir-bulir air hujan. Prosesi
pemakaman yang begitu cepat hanya meninggalkan para pelayat yang silih berganti
datang ke rumah, untuk memberi nasehat
dan
motivasi bagi keluarga yang berduka. Aku tak mengerti tentang rencana Tuhan
dibalik ujian ini. Yang aku tahu saat ini ayahku telah tiada dan aku adalah
seorang kakak pertama yang seharusnya menjadi contoh dan pelindung bagi
keluargaku setelah kepergiannya.
Namaku
Lena, aku duduk di kelas 5 sekolah dasar. Malam itu aku mendengar percakapan mereka di ruang TV. “Operasi
untuk Mas bisa dilakukan besok” Suara ibu membuat jantungku berdegup, pikiranku
kehilangan kendali memikirkan perkataan ibu. “Siapa yang akan operasi?” Gumamku
dan memaksa mataku terpejam. “Iya Dik, berarti besok kita ke RS saat anak-anak berangkat
sekolah, jangan sampai mereka mengetahui hal ini” Jawab ayah. “Iya Mas, besok
akan ku sampaikan pada mereka kalau kita ada tugas ke luar kota lima hari”. Air mataku menetes demi mendengar
perkataan ibu, ibu akan berbohong pada kami, apa yang harus aku lakukan, mungkinkah aku berteriak “Ibu akan bohong?”, tapi jika aku
melakukannya, ibu pasti akan
marah.
Dan akhirnya aku menyerah untuk melakukan hal itu. Aku memaksa pikiranku untuk tidur.
Kicauan burung diiringi dengan cahaya
matahari yang menembus awan-awan langit menandakan cuaca hari ini cerah. Aku
dan adikku sudah bersiap kesekolah. “Lena, Putri, hari ini kalian dijemput Mas
Jon ya” Ujar ibu sambil merapikan pakaian putri. “mengapa bu?” Jawab putri manja
“memangnya ibu dan ayah akan
pergi kemana?” Selidikku. “Ibu dan ayah akan ke luar kota, mungkin hanya 5 hari, sudah sana masuk mobil, nanti
terlambat loh”. “Iya bu” Kami berlari memasuki
mobil ambulan ayah. Aku terdiam tak bicara sedikitpun dengan ayah, saat diperjalanan hanya putri yang yang
berceloteh berusaha menghafal perkalian nya. Aku tak percaya ibu benar-benar
berbohong pada kami, ibu dan ayah benar-benar jahat pada kami.
Kedatangan ibu sempurna,
sesempurna Kebohongan
ibu hingga putri tak menyadarinya. Mereka pulang membawa banyak oleh-oleh, tak
ada sedikitpun jejak yang mereka perlihatkan, bahwa mereka telah pergi ke RS. Saat itu Aku pikir operasi ayah
berjalan lancar, dan penyakit itu sudah hilang, tapi 5 bulan setelah
kejadian itu ayah kembali lagi sakit, dan kali ini ibu tidak berbohong, karena
kami sedang libur kenaikan kelas, kami berlibur di RS selama 8 hari dan saat itu
ayah melakukan operasi ke-2nya. Saat aku bertanya pada ibu apa penyakit ayah, ibu
bilang ayah hanya sakit perut kebanyakan makan sambal, dan aku percaya begitu saja
dengan perkataan ibu. Ayah kembali ke rumah dengan keadaan sehat dan kembali
lagi bekerja, begitu juga dengan ibu. Aku dan Putri menghabiskan liburan
dengan menunggu ayah dan ibu pulang bekerja. Tiga tahun berlalu ayah kembali sakit, dan
melakukan operasi ke-3 nya. Tiga hari sebelum ayah ke rumah sakit untuk
operasi, lagi-lagi aku mendengar percakapan ibu dan ayah, di ruang TV. “Mas, apa mau
transplantasi ginjal saja?” Tanya ibu. “Tidak lah Bu, ditransplantasi ataupun
tidak hasilnya
akan sama, jika
sudah kehendak Allah, saatnya ayah pergi ya harus pergi, tapi ayah kan harus sehat untuk melihat putri-putri
kita tumbuh dewasa, lagian transplantasi itu kan mahal biayanya, daripada untuk
transplantasi lebih baik untuk tabungan anak-anak sekolah”. Mendengar
jawaban ayah air mataku mengalir, berita apa yang hadir tengah malam di telinga
ini Tuhan. Selamatkan ayahku berikan dia kesehatan. Saat percakapan itu aku tahu penyakit ayah, Malam saat hujan turun
disertai gemuruh petir dan juga kilapan cahaya petir yang membuat hatiku
semakin tersiksa. Operasi ayah yang ke-3 berjalan lancar, ayah
kembali sehat. Ayah kembali ke puskesmas untuk bekerja. “Ayah berhenti kerja saja si” Kataku malam itu, saat duduk
di ruang TV. “Kalau ayah berhenti kerja, Lena berhenti sekolah dong?”
Jawab ayah mengelus rambut
ikalku. “Ayah sudah sering sakit si, Lena ngga mau ayah sakit
karena Ayah selalu bekerja keras
untuk biaya sekolah Lena dan adik-adik”. Aku
memohon lagi dengan ayah. ”Sekolah itu penting nak, ayah tidak akan
memberikan kalian harta, karena sebanyak-banyaknya harta yang ayah berikan,
suatu saat akan habis juga, berbeda dengan ilmu, maka dari itu walaupun ayah
sakit, kamu harus buktikan dengan ayah bahwa kamu tidak mengecewakan ayah, dengan perjuangan ayah saat
ini”. Pelukan erat ku berikan pada ayah “Lena berjanji akan banyak menuntut ilmu, Lena akan membuat Ayah bangga, dan tidak akan
membuat kerja keras Ayah sia-sia”. Sudah 3 tahun
dari percakapan itu ayah tak pernah mengeluh sakit, bahkan ayah tak pernah
kerumah sakit.
Hingga
senja di sore itu tiba ayah kembali jatuh sakit, tak dapat lagi melakukan apapun, ibu berusaha
membawa ayah ke rumah sakit, dan aku sangat takut mendengar berita itu, ginjal
ayah mengalami atropi, dokter yang
mengatakannya tepat di depan aku dan ibu. ”Sudah lama ya bu sakit
ginjalnya?” Tanya dokter. “Sudah sekitar 8 tahun dok” Jawab ibu cemas. “Wah luar biasa hebat, selama 5 tahun bertahan dengan
ginjal yang sudah rusak, Bapak memiliki motivasi
besar untuk bertahan hidup Bu” Jawab dokter. Percakapan itu membuat hatiku
menangis, ayah bertahan pasti karena ayah ingin melihat anaknya sukses. Betapa
tersiksanya ayah selama ini bertahan hanya dengan 1 ginjal yang sudah rusak. Sejak saat itu aku berjanji
untuk tidak mengecewakan ayah, sebesar itu pengorbanan ayah, maka pengorbananku
harus lebih besar dari semua itu. Sejak saat itu ayah tak lagi bekerja setiap hari, karena ayah harus
melakukan cuci darah. Aku
mengerti saat ini ayah harus pergi meninggalkan kami, tiga bulan setelah percakapan
indahku dengan ayah di ruang TV. Ayah akan menjalani kehidupan yang baru. Lebih baik ayah pergi
daripada ayah harus merasakan sakitnya penyakit ayah. Semua Percakapan di ruang
TV akan menjadi saksi kasih sayangmu, dan aku akan mengingat setiap detail dari
nasehatmu. Aku mencintaimu ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar